SELAMAT DATANG di Blog Orthopaedi, Kami akan menyediakan berbagai informasi tentang bedah tulang di indonesia dan dunia, serta Sarana Konsultasi Gratis

Rabu, 16 Mei 2012

Doktor Ortopedi Perempuan Pertama di Indonesia


Print this article
Senyumnya terlihat sumringah malam itu. Wajah lembut DR. Dr. Christiana Linda Wahjuni SpOT,M.Kes, tak dapat menyembunyikan kegembiraannya saat meraih piagam dari Musium Rekor Indonesia (MURI), pada 3 Februari 2010 lalu, di Lobby Mall of Indonesia. Dengan berbalut jas putih, Dr. Linda berjajar bersama dengan rekoris lainnya.
Dr. Linda adalah doktor perempuan pertama di bidang spesialis orthopedi dan traumatologi di Indonesia. Karena prestasi inilah dokter yang berhasil meraih gelar doktor dengan disertasi mengenai kaitan osteoarthritis, oestoporosis dan obesitas ini berhasil meraih penghargaan rekor MURI sebagai doktor ahli orthopedi dan traumatologi perempuan pertama di Indonesia. "Bahagia dan bangga sekali rasannya," ujar Christiana haru. Dirinya berharap prestasi ini dapat memicu dokter-dokter lain untuk dapat mengikuti jejaknya.
Menjadi ahli orthopedi dan traumatologi menyimpan kebanggan tersendiri bagi dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung ini. Sebab berbeda dengan profesi dokter lainnya yang menggantungkan perawatan pada obat, menjadi ahli orthopedi langsung pada kerjanya yang dinilai. Setelah melakukan X-ray, seorang dokter ortopedi harus langsung bias melakukan pembetulan pada kondisi pasien. "Jadi benar-benar mengandalkan logika dan eksak banget, juga skill nya mesti benar-benar memadai," ucapnya.
Ada satu pengalaman berkesan yang dialami Linda, yakni ketika merawat gadis korban Gempa Sumatera Barat, Alfathira. Anak perempuan berusia 10 tahun itu terpaksa merelakan kaki kanannya di amputasi karena tertimpa reruntuhan bangunan. Sedangkan kaki kirinya masih dapat diselamatkan dengan serangkaian operasi yang dilakukan Dr. Linda. Kondisi dan psikologis yang kurang beruntung tidak membuat Alfathira putus asa. Bahkan ia tetap tegar dan bersemangat menghimbau anak-anak korban bencana alam agar tidak larut dalam duka. Berkat kegigihannya, Alfathira dianugerahi rekor MURI sebagai Anak Penyandang Tuna Daksa Korban Bencana Alam yang patut diteladani . Selamat!

Jumat, 04 Mei 2012

Growth Factors


Semua patah tulang akan mengalami proses healing, akan tetapi diperkirakan 5% to10% dari patah tulang mengalami hambatan dalam proses healing atau bahkan gagal menjadi union. Patah tulang tertentu mempunyai masalah cukup besar, termasuk diantaranya patah tulang terbuka pada tibia, humerus, dan femur proksimal. Hal ini menyebabkan meningkatnya biaya kesehatan dan beban bagi pasien.
Kemajuan yang cukup pesat  telah dibuat dalam memahami penyembuhan patah tulang hingga pada tingkat molekul. Mulai tahun 1965, dengan ditemukannya protein morphogenetic tulang (bone morphogenetic protein/bmp) oleh Marshall Urist, ahli bedah dan ilmuwan telah berpikir untuk menerapkan faktor pertumbuhan (growth factors) untuk meningkatkan proses penyembuhan tulang. Hal ini menyebabkan dikomersialkannya 2 macam Tulang morphogenetic protein (bmp).
Tulang morphogenetic protein  telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk digunakan dalam prosedur fusi tulang belakang tertentu dan untuk pengobatan patah tulang shaft tibia. Tulang morphogenetic protein, juga dikenal sebagai osteogenic protein-1 ( OP-1), telah menerima izin untuk digunakan pada manusia terutama pada patah tulang yang mengalami gagal menjadi union. Harga pasar produk ini adalah sekitar US $ 5.000, hal ini telah meningkatkan biaya per kasus.
Dalam penggunaan pada fusi tulang belakang, biaya BMP  telah ditetapkan sebagai kelompok diagnostik pembayaran Medicare (DRG) terkait. Ini berarti bahwa biaya tambahan produk akan diteruskan ke asuransi pemerintah, bukannya diserap oleh rumah sakit sebagai beban tambahan. Saat ini, pembayaran untuk faktor-faktor pertumbuhan yang cukup mahal oleh asuransi masih  dinegosiasikan.
Tren di masa mendatang masih dilakukan penelitian penggunaan faktor pertumbuhan dalam bentuk injeksi perkutan dan 'koktail' kombinasi dari pertumbuhan factors. Penggunaan perkutan akan mengurangi biaya per kasus, karena tambahan biaya prosedur operasi akan dihilangkan dan rawat inap juga berkurang atau dihilangkan. Jika ahli bedah ortopedi melakukan penggunaan perkutan, penggunaannya akan dapat digunakan pada kasus di mana pengobatan mungkin tidak sesuai atau ideal. Penggunaan Thecombined lebih dari faktor pertumbuhan tunggal akan mengakibatkan peningkatan biaya.
Faktor pertumbuhan juga sedang dipelajari untuk peran dalam memperbaiki tulang rawan yang rusak-sebuah zat yang, tidak seperti tulang, memiliki kemampuan terbatas untuk memperbaiki setelah kerusakan. Selain itu, faktor pertumbuhan sedang diselidiki sebagai bagian dari studi yang sedang berlangsung regenerasi jaringan di banyak area anatomi.