SELAMAT DATANG di Blog Orthopaedi, Kami akan menyediakan berbagai informasi tentang bedah tulang di indonesia dan dunia, serta Sarana Konsultasi Gratis

Jumat, 03 Februari 2017

SKOLIOSIS IDIOPATIK


Pendahuluan
Skoliosis idiopatik merupakan tipe skoliosis yang paling sering terjadi, 80% dari semua skoliosis merupakan kasus idiopatik. Sebelum skoliosis idiopatik ditegakkan, penyebab lain seperti kongenital, neuromuskular, fungsional, inflamasi atau infeksi, patologis dan intraspinal harus disingkirkan. Skoliosis idiopatik didefinisikan sebagai deformitas pada tulang belakang yang dikarakteristikan dengan bengkok kea rah lateral dan rotasi terfiksir dari tulang belakang dengan sebab yang tidak diketahui. Kriteria untuk diagnosis skoliosis dilihat dari bidang coronal untuk sudut cob kurvatura tulang belakang lebih dari sama dengan 10. Jika kurvatura kurang dari 10 disebut sebagai asimetri tulang belakang. Skoliosis idiopatik diklasifikasikan berdasarkan onset pertama kali muncul, yaitu infantile (sejak lahir – 3 tahun), juvenile (3 – 10 tahun) dan adolescent (lebih dari 10 tahun). Klasifikasi lain yag dapat digunakan, yaitu early-onset (0-5 tahun) dan late-onset (setelah usia 5 tahun), pada tipe early-onset terjadi peningkatan resiko cardiopulmonary. Semakin muda usia terdiagnosisnya, maka deformitas akan semakin bertambah dan membutuhkan penanganan lebih dini.1,2

Etiologi dan Anatomi
Penyebab dari skoliosis idiopatik secara pasti belum dapat ditentukan. Skoliosis infantile terjadi 1 dari 10.000 kelahiran. Penyebab yang mungkin terjadi dari intrauterine atau tekanan postnatal pada kolum vertebra ketika tidur posisi supine. Faktor lain yang mempengaruhi termasuk disfungsi propioseptik terhadap perkembangan yang salah pada medulla spinalis, jaringan ikat, hormonal dan struktural otot. Beberapa faktor yang dihubungkan dengan skoliosis idiopatik termasuk:
·         Faktor genetik: dasar genetik pada idiopatik skoliosis sudah dapat dipastikan dan tes genetik untuk skoliosis idiopatik sudah tersedia. Menurut Gao dkk, terdapat bukti yang berhubungan dengan idiopatik skoliosis yaitu pada lokus 8q12, berupa gen (CHD7). Kulkarni dkk menemukan gen CHD pada lokus 15q26.1. Menurut Kou dkk dan Takahashi dkk skoliosis idiopatik dihubungkan dengan gen 10q24.31.3
·         Faktor Sistem Saraf Pusat: asimetris dari sistem saraf pusat dan disfungsi vestibular1,2
·         Defek pada kolagen, otot dan platelet1,2
·         Faktor hormonal dan pertumbuhan: pertumbuhan asimetris tulang belakang dan melatonin1,2
·         Faktor biomekanik1,2

              Pada skoliosis ditandai oleh kelengkungan lateral tulang belakang, scoliosis idiopatik adalah suatu kelainan tiga dimensi yang melibatkan perubahan vertebral multiplaner. Selain rotasi vertebra di bidang koronal menyebabkan kelengkungan ke lateral, perubahan juga terjadi pada sagital dan transversal. Dalam bidang sagital, lordosis umumnya dapat diamati dalam terlibat tulang dari tulang belakang thorakal.4

Skoliosis Idiopatik Infantile
Insidensi
            Pada skoliosis idiopatik tipe infantile, banyak terjadi di benua eropa jika dibandingkan benua amerika (<1% kasus terjadi di Amerika), lebih dominan diderita oleh pria dibanding wanita. Lebih banyak kurva vertebra thorak kearah kiri, dihubungkan dengan plagiocephaly, gangguan perkembangan, penyakit jantung congenital dan developmental hip dysplasia. Diklasifikasin menjadi dua tipe, yaitu tipe resolving (85%) dan tipe progressive (15%)1,2
            Tipe resolving dan progressive dibedakan dengan menganalisis hubungan diantara apex vertebra dari lengkungan thoraks dan costa pada xray proyeksi anteroposterior (AP) yang disebut sebagai rib-vertebral angle difference (RVAD) dan rib phase. RVAD diukur dengan membuat garis perpendicular terhadap endplate dari apex vertebra dan garis yang dibuat dari pusat costa, kemudian diukur sudut sisi convex dari concave (bila RVAD > 20 mengindikasikan bahwa kelengkungan bersifat progressive. Untuk rib phase dinilai dengan mengukur overlap diantar sisi convex dari kepala costa dan apex corpus vertebra. Jika convex costa tidak overlap dengan corpus vertebra (Fase 1) maka kelengkungan bersifat Resolving, sedangkan bila apex convex costa melebihi corpus vertebra (Fase 2) maka kelengkungan bersifat Progressive. 1,2


Tipe resolving dapat diobservasi dengan pemeriksaan fisik dan radiologik. Tidur pada posisi tengkurap (pronasi) direkomendasikan posisi terlentang (supinasi) dihubungkan dengan skoliosis infantile oleh beberapa peneliti. Tipe progressive ditangani dengan menggunakan serial casting diikuti dengan pemakain orthosis berupa Milwaukee brace. Kelengkungan yang bersifat progresif meskipun telah menggunakan orthosisi perlu juga dilakukan operatif. Pilihannya termasuk instrumentasi spinal posterior tanpa dilakukan fusi atau vertically expandable prosthetic titanium rib (VEPTR). VEPTR merupakan prosedur mempertahankan pertumbuhan vertebra yang memungkinkan dilakukan penundaan fusi definitif sampai si pasien mendapatkan pertumbuhan tambahan. Intrumentasi spinal posterior dan fusi tidak dirokemndasikan dikarenakan: menghambat perkembangan rongga thorak dan paru-paru, serta beresiko terjadinya fenomena crankshaft (tetap bertumbuhnya sisi anterior dari vertebra sedangkan pada sisi posterior vertebra dilakukan fusi, menyebabkan meningkatnya dan cenderung berulang terjadinya deformitas vertebra). Pada kasus ekstrem, prosedur kombinasi fusi anterior dan posterior menjadi pilihan tetapi akan menghambat perkembangan dari thorak, paru dan tinggi badan yang normal. 1


Skoliosis Idiopatik Juvenile
Tipe ini merupakan transisi dari skoliosis idiopatik infantile dengan skoliosis idiopatik adolescent. Lebih sedikit jika dibandingkan dengan tipe adolescent (12% - 16% dari semua pasien dengan skoliosis idiopatik), wanita lebih banyak dibandingkan pria dan akan terus meningkat perbandingannya sesuai dengan pertambahan umur (rasio wanita : pria adalah 1:1 pada usia 4-6 tahun dan akan meningkat menjadi 8-10:1 pada usia 6-10 tahun). Lebih banyak kelengkungan pada region thorak kearah kanan dan tipe kelengkungan double major, 70% kelengkungan bersifat progresif dan membutuhkan penanganan berupa orthosis atau operatif. Pemeriksaan penunjang berupa MRI pada seluruh vertebra untuk melihat dari sambungan craniocervical sampai sacrum dikarenakan deformitas vertebra mungkin menjadi petunjuk adanya suatu abnormalitas pada neural axis yang berpotesi dilakukan penanganan (contoh: syrinx, malformasi Arnold-Chiari, tethred spinal cord) 1
Penanganan untuk tipe juvenile dapat menggunakan orthosis untuk kelengkungan 25-50. Penangan operatif bila kelengkungan 50-60. Perhatian utama yaitu efek operatif pada pertumbuhan si pasien dan potensi untuk terjadinya fenomena crankshaft jika dilakukan prosedur fusi posterior dalam satu tahap. Instrumentasi dual growing rod dipakai untuk pasien skoliosis juvenile awal. Kombinasi fusi anterior dan posterior dengan instrumentasi posterior merupakan pilihan pada pasien yang lebih tua. Instrumentasi dan fusi posterior dalam satu tahap menggunakan fiksasi pedikel segmental dilaporkan cukup efektif pada penanganan skoliosis idiopatik juvenile. Pada pasien yang lebih besar dengan lengkungan tunggal, instrumentasi dan fusi anterior satu tahap menjadi pilihan.

Skoliosis Idiopatik Adolescent
Tipe ini merupakan yang paling banyak ditemukan pada skoliosis idiopatik dengan prevalensi 3% dari populasi umum. Hanya sedikit (0.3%) pada pasien skoliosis idiopatik tipe adolescent yang membutuhkan penanganan. Wanita lebih banyak jika dibandingkan dengan pria pada tipe ini yaitu 2.1:1 sampai 2.36:1, lengkungan thorak umumnya sisi convex kearah kanan.4

Evaluasi Diagnosis
Anamnesis: riwayat prenatal, natal, riwayat tumbuh dan kembang pasien, riwayat menstruasi serta riwayat anggota keluarga yang menderita skoliosis. Gejala nyeri atau kelemahan dan bagaimana pasien merasa deformitas muncul pertama kali.
Pemeriksaan fisik:
·         Usia, berat badan dan tinggi badan
·         Pemeriksaan kepala (torticollis dan plagiocephaly dihubungkan dengan skoliosis infantile).5
·         Kondisi dan anomali: palatum dan bucal, café au lait spot, midline dimple, bercak rambut, menandakan proses patologis intraspinal.5
·         Observasi: adakah asimetris bahu, payudara, rongga dada dan pinggang5
·         Tes Adam forward, sisi kanan dan kiri dari badan seharusnya simetris, apakah terdapat penonjolan pada thorak atau lumbal yang mengarah pada skoliosis. Menggunakan skoliometer untuk menilai adanya asimetri.5


·         Penilaian status neurologis, termasuk kekuatan motorik, reflek tendon, abdominal reflek (abnormalitas mengindikasikan adanya patologis pada intraspinal seperti syringomyelia), reflek plantar dan clonus.5
·         Menilai ekstrimitas atas dan bawah termasuk gaya berjalan dan mengukur panjang kedua tungkai.5

Pemeriksaan Radiologis
·         Xray seluruh vertebra proyeksi posteroanterior (PA) dengan film/ kaset yang panjang (36x14 inch) posisi berdiri menggunakan film yang panjang1
·         Pemeriksaan proyeksi lateral diindikasikan ketika bidang sagital abnormal yang terlihat ketika pemeriksaan fisik, untuk pasien dengan nyeri pinggang, ketika spondylolisthesis dicurigai dan perencanaan operatif untuk koreksi skoliosis. 1
·         X-ray miring kesamping diindikasikan untuk menilai tipe curve untuk perencanaan preoperatif tetapi tidak dianjurkan menjadi suatu pilihan untu evaluasi pasien secara rutin.
·         Parameter yang perlu dinilai dan diukur dalam membaca xray pasien skoliosis:
o   End vertebra = bagian terbawah dan teratas dari vertebrae yang mengalami membengkok maksimal. Upper and lower end vertebrae merupakan vertebra yang paling mengalami paling miring dan tidak ada atau sedikit rotasi
o   Apical vertebrae = vertebra sentral  di dalam lengkungan, vertebrae yang paling mirirng dan sedikit rotasi.
o   Arah lengkungan = bila lengkungan convex mengarah kekanan dikatakan disebut right curve,
o   Besar lengkungan = Cob- Lippman tehnik dipakai untuk mengukur besar dari lengkungan. Membuat garis perpendicular sepanjang end-plate superior dari upper end vertebra dan end-plate lower end vertebra. Sudut dibuat dengan perpotongan dari dua garis perpendicular tersebur\.kemudian diukur sudutnya (Cobb A\angle) dan definisi dari besar lengkunganya.
o   Risser sign = ossifikasi dari apophysis iliac. Krista illiaca dibagi menjadi beberapa quarter dan tingkatan ossifikasi yang digunakan sebagai penilaian maturitas tulang: grade 0: absent, grade 1 (0-25%), grade 2 (26-50%), grade 3 (51%-75%), grade 4 (76-100%), grade 5 (fusi pada apophysisi illium. Riser stage 4 dihubungkan dengan tanda akhir dari pertumbuhan vertebra pada wanita, dan Risser 5 dihubungkan dengan akhir dari pertumbhan vertebrae pada pria.


Pasien skoliosis dapat ditemukan deformitas kombinasi antara fixed dan flexible. Pemeriksaan radiografi miring ke samping (side-bending) digunakan untuk menilai fleksibilitas dari deformitas vertebrae. Kelengkungan nontruktural adalah kelengkungan akan terkoreksi ketika pasien miring kearah sisi convex, sedangkan kelengkungan struktural adalah kelengkungan yang tidak terkoreksi ketika miring kearah sisi convex. 1
Kelengkungan mayor (besar) adalah kelengkungan terbesar pada penilaian Cob dan selalu merupakan kelengkungan struktural, sedangkan kelengkungan yang lainnya disebut sebagai kelengkungan minor dan dapat dikatakan sebagai kelengkungan struktural atau nonstructural tergantung klasifikasinya. Kelengkungan dimana end vertebra miring terhadap bidang horizontal disebut kelengkungan penuh, sedangkan bila kelengkungan hanya satu end vertebra parallel terhadap lantai disebut kelengkungan fraksional. 1,2
Vertebra netral adalah vertebra yang tidak berotasi pertama kali pada sisi caudal atau cranial dari end vertebra. Vertebra stabil adalah dimana garis sacral pusat (center sacral line) memotong menjadi dua vertebra (garis vertikal memanjang kearah cephalad dari pusat sakrum dan melalui proses spinosus S1). 1

Klasifikasi
Klasifikasi King-Moe berdasarkan kelengkungan thoraxnya, dibagi menjadi 5 tipenya sebagai panduan untuk tindakan operatif.1,6
Tipe 1:   lengkungan berbentuk huruf S pada lengkungan thorax dan lumbal yang melewati garis tengah tubuh. Kedua lengkungan bersifat struktural dan lengkungan lumbal mungkin lebih besar atau kurang fleksibel disbanding kelengkungan thorax.
Tipe 2:   lengkungan berbentuk huruf S dimana lengkungan thorak lebih besar atau kurang fleksibel dibandingkan kelengkungan lumbal (disebut sebagai “false double major curve
Tipe 3:   lengkungan thorak tunggal tanpa lengkungan lumbal struktural
Tipe 4:   lengkungan thorak panjang dimana L5 terletak dipusat diatas sacrum dan L4 miring ke arah lengkungan thorak.
Tipe 5:   lengkungan thorak ganda dengan T1 miring kearah convex dari lengkungan atas.
Klasifikasi ini dikembangkan sebagai panduan operatif di era instrumentasi Harrington. 1,6

 

Klasifikasi Nash-Moe 6
             Klasifikasi Lenke berdasarkan pemeriksaan radiografi proyeksi PA, lateral dan miring kesamping, ada 6 tipe lengkungan pada klasifikasi ini, yaitu: primary thoracic, double thoracic, double major, triple major, primary thoracolumbar atau lumbal, primary thoracolumbar atau lumbal dengan kelengkungan thorak sekunder.
            Langkah dasar dalam menentukan kelengkungan klasifikasi Lenke, yaitu:
o   Mementukan tipe kelengkungan: menilai semua kelengkungan, menentukan kelengkungan mayor dan mementukan kelengkungan minor termasuk tipe struktural atau nonstructural.
o   Menentukan lumbar spine modifier: keenam tipe kelengkungan terbagi lagi menjadi A, B, C serta dihubungkan dengan center sacral vertical line (CSVL) terhadap vertebra lumbal.
o   Menetukan thoracic sagittal modifier: terbagi menjadi “-“, “N”, atau “+”, hal itu ditentukan dengan menghitung sudut Cobb sagital dari T5 sampai T12.
Trias tersebut dibutuhkan dalam menetukan klasifikasi kelengkungan. 1,6

Penanganan
Pilihan penanganan pada skoliosis idiopatik adolescent termasuk observasi, orthosis dan operatif (Triple O). Tidak ada bukti program latihan, stimulasi listrik, diet spesifik, chiropractic, akupuntur atau cara penanganan nontradisional lain terbukti efektif dalam mencegah progresifitas kelengkungan atau mengoreksi kelengkungan.1,2

Observasi
Tujuan dilakukan observasi pada skolioasis idiopatik adolescent yaitu untuk mengidentifikasi dan mencatat progresifitas kelengkungan dan memberikan kesempatan waktu intervensi. Kelengkungan kurang dari 20 hanya dilakukan observasi kemudian di followup setiap 6 – 8 bulan sekali. Bayi dan anak-anak dengan kelengkungan <25 dan RVAD < 20 perlu dilakukan followup baik klinis dan radiologis setiap 6 bulan. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam mempengaruhi progresifitas kelengkungan yaitu usia pertama kali muncul, skor Risser, skor Tanner, menstruasi pertama kali, kecepatan pertumbuhan, penutupan lempeng pertumbuhan, besar kelengkungan, tipe kelengkungan, jenis kelamin perempuan, genetik. 1,2
            Kelengkungan kurang dari 30 pada pasien yang matur cenderung bersifat tidak progresif, bila kelengkungan 30-50 cenderung progresif penambahan kelengkungan sebesar 10-15. Sedangkan pada kelengkungan 50-75 pada pasien matur akan bertambah kelengkungan 1 per tahun. Kelengkungan lumbal dan thoracolumbal lebih bersifat progresif dibanding kelengkungan thorak dikarenakan pada region thorak stabilitas didapat dari dinding dada. 1,2
           
Orthosis dan Casting
Pasien dengan tingkat Risser 0 -1 dan premenarche dengan kelengkungan 20 -29 kandidat untuk pemasangan orthosis. Untuk Risser 2 dengan kelengkungan 20-29, pertambahan 5 harus dicatat sebelum pemasangan orthosis. Pasien dengan kelengkungan 30-40 harus segera dilakukan pemasangan orthosis jika skeletalnya masih immature. Pasien dan keluarga harus di edukasi bahwa orthosis digunakan untuk pencegahan pertambahan kelengkungan. Jika kelengkungan terkoreksi 50% atau lebih selama pemakaian orthosis, hal ini menunjukkan bahwa pemakaian orthosis akan berhasil. 1,2
Sander dkk menemukan bahwa serial casting memiliki keuntungan pada penanganan infantile skolisis. Mereka menemukan kelengkungan <60 sering terkoreksi penuh pada bayi jika di casting sebelum usia 20 bulan. 1,2
            Pemakaian orthosis menjadi kontraindikasi apabila, skeletal pasien masih immature, kelengkungan lebih 40, lordosis thorak (karena dapat menghambat perkembangan kardiopulmonal). Secara umum tipe orthosis yang digunakan pada adolescent idiopathic scoliosis berupa:
o   CTLSO (Milwaukee), orthosis ini jarang digunakan dikarenakan secara kosmetik kurang begitu bagus. Meskipun kelengkungan dengan apex diatas T8, orthosis ini masih tetap efektif.
o   TLSO (Boston), orthosis lebih rendah sehingga lebih dapat diterima oleh pasien dan diindikasikan untuk kelengkungan dengan apex T8 atau dibawahnya.
o   Bending brace (Charleston), tipe brace ini dapat menahan pasien pada posisi miring dengan arah berlawana dengan kelengkungan apex, dipakai hanya ketika tidur dan dapat dipakai menjadi alternatif full-time bracing.
o   Flexible brace (SpineCor). 1,2

Operatif
Pada bayi indikasi dilakukan operasi bila kelengkungan > 45 atau kelengkungan thoracolumbal/ lumbal > 40. Secara umum untuk pasien skoliosis idiopatik adolescent immature, operasi diindikasikan untuk kelengkungan > 40 yang bersifat progresif meskipun sudah mendapat orthosis. Pada adolescent mature, operasi diindikasikan untuk kelengkungan >50.
Pilihan operatif yang dapat dilakukan berupa:
o   Posterior spinal instrumentation dan posterior fusion
o   Anterior spinal instrumentation dan anterior fusion
o   Anterior spinal fusion dikombinasikan posterior spinal instrumentation dan fusion
Insisi operasi posterior dilakukan untuk semua tipe skoliosis idiopatik. Selama prosedur operasi struktur vertebra posterior dibuka sampai terlihat strukturnya, sendi facet dieksisi dan material donor diletakkan ke sendi facet serta dekortikasi elemen vertebra posterior. Instrumentasi posterior vertebra digunakan untuk menyusun kembali dan menstabilkan deformitas vertebra. Instrumentasi terdiri dari 2 rod parallel yang ditempatkan pada vertebra di beberapa tempat (instrumentasi vertebra segmental posterior). Rod dihubungkan antara bagian atas dan bawah dengan alat cross-link, sehingga membentuk konstruksi seperti segi empat. Instrumentasi vertebra kontemporer untuk skoliosis diklasifikasikan menjadi 2 tipe utama:
o   Konstruksi Hybrid: implant vertebra digunakan untuk fiksasi elemen vertebra posterior termasuk kombinasi hook, wire dan atau pedicular screw.
o   Konstruksi Pedicle screw. Menggunakan pedicle screw yang dipasang pada level yang berbeda sebagai koreksi deformitas primer. 7
Porsedur anterior spinal instrumentation dan fusion umumnya digunakan untuk kelengkungan tipe thoraks single, thoracolumbal atau lumbal. Sisi convex dari kelengkungan perlu terlihat. Vertebra thorak dibuka melalui thorakotomi terbuka atau thoracoscopic minimal invasive. Diskus, annulus dan vertebra kartilago endplate dieksisi pada level yang akan di fusi. Ruang diskus diisi dengan donor tulang nonstructural. Spacer struktural diletakkan ruang diskus pada region lumbal. Spacer struktural berupa allograft cincin kortikal (femur atau humerus) atau cage fusi sintetis. Skrew dihubungkan dengan rod dan diberikan gaya untuk mereduksi tulang belakang. Sistem rod single atau double mungkin digunakan, tergantung bermacam-macam faktor seperti kebiasaan tubuh pasien, lokasi lengkungan dan kesediaan pasien untuk menggunakan orthosis posoperatif. Pendekatan minimal invasive menggunakan instrumentasi dan fusi thoracoscopic telah diteliti menurunkan morbiditas yang berhubungan dengan approach pada beberapa kasus. 1,2
Prosedur kombinasi anterior dan posterior diindikasikan pada:
o   Kelengkungan besar yang ekstrim (>100 tergantung pada lokasi dan fleksibilitas kelengkungan)
o   Untuk deformitas bidang sagital yang rigid (lordosis thoraks berlebih, hiperkyphosis)
o   Untuk mencegah fenomena crankshaft pada pasien usia muda < 10 tahun yang masih terbuka kartilago triradiate, khususnya jika operasi dilakukan sebelum mencapai kecepatan pertumbuhan puncak.
o   Prosedur revisi mengikuti operasi skoliosis sebelumnya yang belum berhasil.
Thoracoplasty adalah prosedur yang dilakukan ketika operasi instrumentasi dan fusi vertebra untuk menurunkan ukuran penonjolan convex dari costa thorak skoliosis. Sisi medial dari costa convex dieksisi untuk mengembalikan kesimetrisan dinding dada. 1,2
            Osteotomi dipilih untuk menoreksi deformitas bidang sagital, coronal dan multiplanar dengan sebelumnya terfusi atau kelengkungan skoliosis yang berat. Osteotomi terdiri dari Ponte osteotomy (atau Smith-Peterson osteotomy/ SPO), pedicle subtraction osteotomy (PSO) dan vertebral column resection (VCR). SPO berupa reseksi kolum posterior berbentuk wedge untuk mendapatkan koreksi melalui ruang diskus atau melalui osteotomy anterior. PSO berupa reseksi 3 kolum wedge menempel pada anterior longitudinal ligament.  VCR dapat mengoreksi coronal dan sagital deformity. 1,2
Komplikasi perioperatif beresiko telah menurun dengan tehnik anestesi modern, monitor neurophysiology intraoperatif, peningkatan sisitem instrumentasion vertebra dan penanganan intensif posoperatif dan manajemen nyeri. Namun pasien tetap harus diedukasi tentang komplikasi yang sering muncul berupa perdarahan, infeksi, pseudoarthrosis, letak implant yang salah, ketidakseimbangan tubuh, kerusakan saraf dan kemungkinan perlu dilakukan operasi selanjutnya untuk menangani masalah ini.1,2