Pendahuluan
Skoliosis idiopatik
merupakan tipe skoliosis yang paling sering terjadi, 80% dari semua skoliosis
merupakan kasus idiopatik. Sebelum skoliosis idiopatik ditegakkan, penyebab
lain seperti kongenital, neuromuskular, fungsional, inflamasi atau infeksi,
patologis dan intraspinal harus disingkirkan. Skoliosis idiopatik didefinisikan
sebagai deformitas pada tulang belakang yang dikarakteristikan dengan bengkok
kea rah lateral dan rotasi terfiksir dari tulang belakang dengan sebab yang
tidak diketahui. Kriteria untuk diagnosis skoliosis dilihat dari bidang coronal
untuk sudut cob kurvatura tulang belakang lebih dari sama dengan 10⁰.
Jika kurvatura kurang dari 10⁰ disebut sebagai asimetri
tulang belakang. Skoliosis idiopatik diklasifikasikan berdasarkan onset pertama
kali muncul, yaitu infantile (sejak lahir – 3 tahun), juvenile (3 – 10 tahun)
dan adolescent (lebih dari 10 tahun). Klasifikasi lain yag dapat digunakan,
yaitu early-onset (0-5 tahun) dan late-onset (setelah usia 5 tahun), pada tipe
early-onset terjadi peningkatan resiko cardiopulmonary. Semakin muda usia
terdiagnosisnya, maka deformitas akan semakin bertambah dan membutuhkan
penanganan lebih dini.1,2
Etiologi
dan Anatomi
Penyebab dari skoliosis
idiopatik secara pasti belum dapat ditentukan. Skoliosis infantile terjadi 1
dari 10.000 kelahiran. Penyebab yang mungkin terjadi dari intrauterine atau
tekanan postnatal pada kolum vertebra ketika tidur posisi supine. Faktor lain
yang mempengaruhi termasuk disfungsi propioseptik terhadap perkembangan yang
salah pada medulla spinalis, jaringan ikat, hormonal dan struktural otot. Beberapa
faktor yang dihubungkan dengan skoliosis idiopatik termasuk:
·
Faktor genetik: dasar genetik pada
idiopatik skoliosis sudah dapat dipastikan dan tes genetik untuk skoliosis
idiopatik sudah tersedia. Menurut Gao dkk, terdapat bukti yang berhubungan
dengan idiopatik skoliosis yaitu pada lokus 8q12, berupa gen (CHD7). Kulkarni
dkk menemukan gen CHD pada lokus 15q26.1. Menurut Kou dkk dan Takahashi dkk
skoliosis idiopatik dihubungkan dengan gen 10q24.31.3
·
Faktor Sistem Saraf Pusat: asimetris dari
sistem saraf pusat dan disfungsi vestibular1,2
·
Defek pada kolagen, otot dan platelet1,2
·
Faktor hormonal dan pertumbuhan:
pertumbuhan asimetris tulang belakang dan melatonin1,2
·
Faktor biomekanik1,2
Pada skoliosis ditandai oleh kelengkungan lateral tulang belakang, scoliosis idiopatik adalah suatu kelainan tiga dimensi yang melibatkan perubahan vertebral multiplaner. Selain rotasi vertebra di bidang koronal menyebabkan kelengkungan ke lateral, perubahan juga terjadi pada sagital dan transversal. Dalam bidang sagital, lordosis umumnya dapat diamati dalam terlibat tulang dari tulang belakang thorakal.4
Skoliosis
Idiopatik Infantile
Insidensi
Pada
skoliosis idiopatik tipe infantile,
banyak terjadi di benua eropa jika dibandingkan benua amerika (<1% kasus
terjadi di Amerika), lebih dominan diderita oleh pria dibanding wanita. Lebih
banyak kurva vertebra thorak kearah kiri, dihubungkan dengan plagiocephaly,
gangguan perkembangan, penyakit jantung congenital dan developmental hip
dysplasia. Diklasifikasin menjadi dua tipe, yaitu tipe resolving (85%) dan tipe
progressive (15%)1,2
Tipe
resolving dan progressive dibedakan dengan menganalisis hubungan diantara apex
vertebra dari lengkungan thoraks dan costa pada xray proyeksi anteroposterior
(AP) yang disebut sebagai rib-vertebral
angle difference (RVAD) dan rib phase. RVAD diukur dengan membuat
garis perpendicular terhadap endplate dari apex vertebra dan garis yang dibuat
dari pusat costa, kemudian diukur sudut sisi convex dari concave (bila RVAD
> 20⁰
mengindikasikan bahwa kelengkungan bersifat progressive. Untuk rib phase
dinilai dengan mengukur overlap diantar sisi convex dari kepala costa dan apex
corpus vertebra. Jika convex costa tidak overlap dengan corpus vertebra (Fase
1) maka kelengkungan bersifat Resolving, sedangkan bila apex convex costa
melebihi corpus vertebra (Fase 2) maka kelengkungan bersifat Progressive. 1,2
Tipe resolving dapat
diobservasi dengan pemeriksaan fisik dan radiologik. Tidur pada posisi
tengkurap (pronasi) direkomendasikan posisi terlentang (supinasi) dihubungkan
dengan skoliosis infantile oleh beberapa peneliti. Tipe progressive ditangani
dengan menggunakan serial casting diikuti dengan pemakain orthosis berupa
Milwaukee brace. Kelengkungan yang bersifat progresif meskipun telah
menggunakan orthosisi perlu juga dilakukan operatif. Pilihannya termasuk
instrumentasi spinal posterior tanpa dilakukan fusi atau vertically expandable
prosthetic titanium rib (VEPTR). VEPTR merupakan prosedur mempertahankan
pertumbuhan vertebra yang memungkinkan dilakukan penundaan fusi definitif
sampai si pasien mendapatkan pertumbuhan tambahan. Intrumentasi spinal
posterior dan fusi tidak dirokemndasikan dikarenakan: menghambat perkembangan
rongga thorak dan paru-paru, serta beresiko terjadinya fenomena crankshaft (tetap bertumbuhnya sisi
anterior dari vertebra sedangkan pada sisi posterior vertebra dilakukan fusi,
menyebabkan meningkatnya dan cenderung berulang terjadinya deformitas
vertebra). Pada kasus ekstrem, prosedur kombinasi fusi anterior dan posterior
menjadi pilihan tetapi akan menghambat perkembangan dari thorak, paru dan
tinggi badan yang normal. 1
Skoliosis
Idiopatik Juvenile
Tipe ini merupakan
transisi dari skoliosis idiopatik infantile dengan skoliosis idiopatik
adolescent. Lebih sedikit jika dibandingkan dengan tipe adolescent (12% - 16%
dari semua pasien dengan skoliosis idiopatik), wanita lebih banyak dibandingkan
pria dan akan terus meningkat perbandingannya sesuai dengan pertambahan umur
(rasio wanita : pria adalah 1:1 pada usia 4-6 tahun dan akan meningkat menjadi
8-10:1 pada usia 6-10 tahun). Lebih banyak kelengkungan pada region thorak
kearah kanan dan tipe kelengkungan double major, 70% kelengkungan bersifat progresif
dan membutuhkan penanganan berupa orthosis atau operatif. Pemeriksaan penunjang
berupa MRI pada seluruh vertebra untuk melihat dari sambungan craniocervical
sampai sacrum dikarenakan deformitas vertebra mungkin menjadi petunjuk adanya
suatu abnormalitas pada neural axis yang berpotesi dilakukan penanganan
(contoh: syrinx, malformasi Arnold-Chiari, tethred spinal cord) 1
Penanganan untuk tipe
juvenile dapat menggunakan orthosis untuk kelengkungan 25⁰-50⁰.
Penangan operatif bila kelengkungan 50⁰-60⁰.
Perhatian utama yaitu efek operatif pada pertumbuhan si pasien dan potensi
untuk terjadinya fenomena crankshaft
jika dilakukan prosedur fusi posterior dalam satu tahap. Instrumentasi dual growing rod dipakai untuk pasien
skoliosis juvenile awal. Kombinasi fusi anterior dan posterior dengan
instrumentasi posterior merupakan pilihan pada pasien yang lebih tua.
Instrumentasi dan fusi posterior dalam satu tahap menggunakan fiksasi pedikel
segmental dilaporkan cukup efektif pada penanganan skoliosis idiopatik juvenile.
Pada pasien yang lebih besar dengan lengkungan tunggal, instrumentasi dan fusi
anterior satu tahap menjadi pilihan.
Skoliosis
Idiopatik Adolescent
Tipe ini merupakan yang paling banyak
ditemukan pada skoliosis idiopatik dengan prevalensi 3% dari populasi umum.
Hanya sedikit (0.3%) pada pasien skoliosis idiopatik tipe adolescent yang
membutuhkan penanganan. Wanita lebih banyak jika dibandingkan dengan pria pada
tipe ini yaitu 2.1:1 sampai 2.36:1, lengkungan thorak umumnya sisi convex
kearah kanan.4
Evaluasi
Diagnosis
Anamnesis: riwayat
prenatal, natal, riwayat tumbuh dan kembang pasien, riwayat menstruasi serta
riwayat anggota keluarga yang menderita skoliosis. Gejala nyeri atau kelemahan
dan bagaimana pasien merasa deformitas muncul pertama kali.
Pemeriksaan fisik:
·
Usia, berat badan dan tinggi badan
·
Pemeriksaan kepala (torticollis dan
plagiocephaly dihubungkan dengan skoliosis infantile).5
·
Kondisi dan anomali: palatum dan bucal,
café au lait spot, midline dimple, bercak rambut, menandakan proses patologis
intraspinal.5
·
Observasi: adakah asimetris bahu, payudara,
rongga dada dan pinggang5
·
Tes Adam forward, sisi kanan dan kiri dari
badan seharusnya simetris, apakah terdapat penonjolan pada thorak atau lumbal
yang mengarah pada skoliosis. Menggunakan skoliometer untuk menilai adanya
asimetri.5
·
Penilaian status neurologis, termasuk
kekuatan motorik, reflek tendon, abdominal reflek (abnormalitas mengindikasikan
adanya patologis pada intraspinal seperti syringomyelia), reflek plantar dan
clonus.5
·
Menilai ekstrimitas atas dan bawah
termasuk gaya berjalan dan mengukur panjang kedua tungkai.5
Pemeriksaan
Radiologis
·
Xray seluruh vertebra proyeksi
posteroanterior (PA) dengan film/ kaset yang panjang (36x14 inch) posisi
berdiri menggunakan film yang panjang1
·
Pemeriksaan proyeksi lateral diindikasikan
ketika bidang sagital abnormal yang terlihat ketika pemeriksaan fisik, untuk
pasien dengan nyeri pinggang, ketika spondylolisthesis dicurigai dan
perencanaan operatif untuk koreksi skoliosis. 1
·
X-ray miring kesamping diindikasikan untuk
menilai tipe curve untuk perencanaan preoperatif tetapi tidak dianjurkan
menjadi suatu pilihan untu evaluasi pasien secara rutin.
·
Parameter yang perlu dinilai dan diukur
dalam membaca xray pasien skoliosis:
o
End vertebra = bagian terbawah dan teratas
dari vertebrae yang mengalami membengkok maksimal. Upper and lower end
vertebrae merupakan vertebra yang paling mengalami paling miring dan tidak ada
atau sedikit rotasi
o
Apical vertebrae = vertebra sentral di dalam lengkungan, vertebrae yang paling
mirirng dan sedikit rotasi.
o
Arah lengkungan = bila lengkungan convex
mengarah kekanan dikatakan disebut right curve,
o
Besar lengkungan = Cob- Lippman tehnik
dipakai untuk mengukur besar dari lengkungan. Membuat garis perpendicular
sepanjang end-plate superior dari upper end vertebra dan end-plate lower end
vertebra. Sudut dibuat dengan perpotongan dari dua garis perpendicular
tersebur\.kemudian diukur sudutnya (Cobb A\angle) dan definisi dari besar
lengkunganya.
o
Risser sign = ossifikasi dari apophysis
iliac. Krista illiaca dibagi menjadi beberapa quarter dan tingkatan ossifikasi
yang digunakan sebagai penilaian maturitas tulang: grade 0: absent, grade 1
(0-25%), grade 2 (26-50%), grade 3 (51%-75%), grade 4 (76-100%), grade 5 (fusi
pada apophysisi illium. Riser stage 4 dihubungkan dengan tanda akhir dari
pertumbuhan vertebra pada wanita, dan Risser 5 dihubungkan dengan akhir dari
pertumbhan vertebrae pada pria.
Pasien skoliosis dapat
ditemukan deformitas kombinasi antara fixed dan flexible. Pemeriksaan
radiografi miring ke samping (side-bending) digunakan untuk menilai
fleksibilitas dari deformitas vertebrae. Kelengkungan nontruktural adalah
kelengkungan akan terkoreksi ketika pasien miring kearah sisi convex, sedangkan
kelengkungan struktural adalah kelengkungan yang tidak terkoreksi ketika miring
kearah sisi convex. 1
Kelengkungan mayor
(besar) adalah kelengkungan terbesar pada penilaian Cob dan selalu merupakan
kelengkungan struktural, sedangkan kelengkungan yang lainnya disebut sebagai
kelengkungan minor dan dapat dikatakan sebagai kelengkungan struktural atau
nonstructural tergantung klasifikasinya. Kelengkungan dimana end vertebra
miring terhadap bidang horizontal disebut kelengkungan penuh, sedangkan bila
kelengkungan hanya satu end vertebra parallel terhadap lantai disebut
kelengkungan fraksional. 1,2
Vertebra netral adalah
vertebra yang tidak berotasi pertama kali pada sisi caudal atau cranial dari
end vertebra. Vertebra stabil adalah dimana garis sacral pusat (center sacral
line) memotong menjadi dua vertebra (garis vertikal memanjang kearah
cephalad dari pusat sakrum dan melalui
proses spinosus S1). 1
Klasifikasi
Klasifikasi
King-Moe berdasarkan kelengkungan
thoraxnya, dibagi menjadi 5 tipenya sebagai panduan untuk tindakan operatif.1,6
Tipe 1: lengkungan berbentuk huruf S pada lengkungan thorax dan lumbal
yang melewati garis tengah tubuh. Kedua lengkungan bersifat struktural dan
lengkungan lumbal mungkin lebih besar atau kurang fleksibel disbanding
kelengkungan thorax.
Tipe 2: lengkungan
berbentuk huruf S dimana lengkungan thorak lebih besar atau kurang fleksibel
dibandingkan kelengkungan lumbal (disebut sebagai “false double major curve”
Tipe 3: lengkungan
thorak tunggal tanpa lengkungan lumbal struktural
Tipe 4: lengkungan
thorak panjang dimana L5 terletak dipusat diatas sacrum dan L4 miring ke arah
lengkungan thorak.
Tipe
5: lengkungan thorak ganda dengan T1 miring
kearah convex dari lengkungan atas.
Klasifikasi ini dikembangkan sebagai panduan operatif
di era instrumentasi Harrington. 1,6
Klasifikasi Nash-Moe 6
Klasifikasi
Lenke berdasarkan pemeriksaan
radiografi proyeksi PA, lateral dan miring kesamping, ada 6 tipe lengkungan
pada klasifikasi ini, yaitu: primary thoracic, double thoracic, double major,
triple major, primary thoracolumbar atau lumbal, primary thoracolumbar atau
lumbal dengan kelengkungan thorak sekunder.
Langkah
dasar dalam menentukan kelengkungan klasifikasi Lenke, yaitu:
o
Mementukan tipe kelengkungan: menilai
semua kelengkungan, menentukan kelengkungan mayor dan mementukan kelengkungan
minor termasuk tipe struktural atau nonstructural.
o
Menentukan lumbar spine modifier: keenam tipe kelengkungan terbagi lagi
menjadi A, B, C serta dihubungkan dengan center
sacral vertical line (CSVL) terhadap vertebra lumbal.
o
Menetukan thoracic sagittal modifier: terbagi menjadi “-“, “N”, atau “+”, hal
itu ditentukan dengan menghitung sudut Cobb sagital dari T5 sampai T12.
Trias tersebut dibutuhkan dalam menetukan
klasifikasi kelengkungan. 1,6
Penanganan
Pilihan penanganan pada
skoliosis idiopatik adolescent termasuk observasi, orthosis dan operatif
(Triple O). Tidak ada bukti program latihan, stimulasi listrik, diet spesifik,
chiropractic, akupuntur atau cara penanganan nontradisional lain terbukti
efektif dalam mencegah progresifitas kelengkungan atau mengoreksi kelengkungan.1,2
Observasi
Tujuan dilakukan
observasi pada skolioasis idiopatik adolescent yaitu untuk mengidentifikasi dan
mencatat progresifitas kelengkungan dan memberikan kesempatan waktu intervensi.
Kelengkungan kurang dari 20⁰ hanya dilakukan
observasi kemudian di followup setiap 6 – 8 bulan sekali. Bayi dan anak-anak
dengan kelengkungan <25⁰ dan RVAD < 20⁰
perlu dilakukan followup baik klinis
dan radiologis setiap 6 bulan. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam
mempengaruhi progresifitas kelengkungan yaitu usia pertama kali muncul, skor
Risser, skor Tanner, menstruasi pertama kali, kecepatan pertumbuhan, penutupan
lempeng pertumbuhan, besar kelengkungan, tipe kelengkungan, jenis kelamin
perempuan, genetik. 1,2
Kelengkungan
kurang dari 30⁰
pada pasien yang matur cenderung bersifat tidak progresif, bila kelengkungan 30⁰-50⁰ cenderung
progresif penambahan kelengkungan sebesar 10-15⁰. Sedangkan pada
kelengkungan 50⁰-75⁰
pada pasien matur akan bertambah kelengkungan 1⁰ per tahun.
Kelengkungan lumbal dan thoracolumbal lebih bersifat progresif dibanding
kelengkungan thorak dikarenakan pada region thorak stabilitas didapat dari
dinding dada. 1,2
Orthosis
dan Casting
Pasien dengan tingkat Risser
0 -1 dan premenarche dengan kelengkungan 20⁰ -29⁰
kandidat untuk pemasangan orthosis. Untuk Risser 2 dengan kelengkungan 20⁰-29⁰,
pertambahan 5⁰
harus dicatat sebelum pemasangan orthosis. Pasien dengan kelengkungan 30⁰-40⁰
harus segera dilakukan pemasangan orthosis jika skeletalnya masih immature.
Pasien dan keluarga harus di edukasi bahwa orthosis digunakan untuk pencegahan
pertambahan kelengkungan. Jika kelengkungan terkoreksi 50% atau lebih selama
pemakaian orthosis, hal ini menunjukkan bahwa pemakaian orthosis akan berhasil.
1,2
Sander dkk menemukan bahwa
serial casting memiliki keuntungan pada penanganan infantile skolisis. Mereka
menemukan kelengkungan <60⁰ sering terkoreksi penuh
pada bayi jika di casting sebelum usia 20 bulan. 1,2
Pemakaian
orthosis menjadi kontraindikasi apabila, skeletal pasien masih immature,
kelengkungan lebih 40⁰, lordosis thorak (karena
dapat menghambat perkembangan kardiopulmonal). Secara umum tipe orthosis yang
digunakan pada adolescent idiopathic scoliosis berupa:
o
CTLSO (Milwaukee), orthosis ini jarang
digunakan dikarenakan secara kosmetik kurang begitu bagus. Meskipun
kelengkungan dengan apex diatas T8, orthosis ini masih tetap efektif.
o
TLSO (Boston), orthosis lebih rendah
sehingga lebih dapat diterima oleh pasien dan diindikasikan untuk kelengkungan
dengan apex T8 atau dibawahnya.
o
Bending brace (Charleston), tipe brace ini
dapat menahan pasien pada posisi miring dengan arah berlawana dengan
kelengkungan apex, dipakai hanya ketika tidur dan dapat dipakai menjadi
alternatif full-time bracing.
o
Flexible
brace (SpineCor). 1,2
Operatif
Pada bayi indikasi
dilakukan operasi bila kelengkungan > 45⁰ atau kelengkungan
thoracolumbal/ lumbal > 40⁰. Secara umum untuk
pasien skoliosis idiopatik adolescent immature, operasi diindikasikan untuk
kelengkungan > 40⁰ yang bersifat progresif
meskipun sudah mendapat orthosis. Pada adolescent mature, operasi diindikasikan
untuk kelengkungan >50⁰.
Pilihan operatif yang
dapat dilakukan berupa:
o
Posterior spinal instrumentation dan
posterior fusion
o
Anterior spinal instrumentation dan
anterior fusion
o
Anterior spinal fusion dikombinasikan
posterior spinal instrumentation dan fusion
Insisi operasi posterior
dilakukan untuk semua tipe skoliosis idiopatik. Selama prosedur operasi
struktur vertebra posterior dibuka sampai terlihat strukturnya, sendi facet dieksisi
dan material donor diletakkan ke sendi facet serta dekortikasi elemen vertebra
posterior. Instrumentasi posterior vertebra digunakan untuk menyusun kembali
dan menstabilkan deformitas vertebra. Instrumentasi terdiri dari 2 rod parallel
yang ditempatkan pada vertebra di beberapa tempat (instrumentasi vertebra
segmental posterior). Rod dihubungkan antara bagian atas dan bawah dengan alat
cross-link, sehingga membentuk konstruksi seperti segi empat. Instrumentasi
vertebra kontemporer untuk skoliosis diklasifikasikan menjadi 2 tipe utama:
o
Konstruksi Hybrid: implant vertebra
digunakan untuk fiksasi elemen vertebra posterior termasuk kombinasi hook, wire dan atau pedicular screw.
o
Konstruksi Pedicle screw. Menggunakan pedicle
screw yang dipasang pada level yang berbeda sebagai koreksi deformitas
primer. 7
Porsedur anterior spinal
instrumentation dan fusion umumnya digunakan untuk kelengkungan tipe thoraks
single, thoracolumbal atau lumbal. Sisi convex dari kelengkungan perlu terlihat.
Vertebra thorak dibuka melalui thorakotomi terbuka atau thoracoscopic minimal
invasive. Diskus, annulus dan vertebra kartilago endplate dieksisi pada level
yang akan di fusi. Ruang diskus diisi dengan donor tulang nonstructural. Spacer
struktural diletakkan ruang diskus pada region lumbal. Spacer struktural berupa
allograft cincin kortikal (femur atau humerus) atau cage fusi sintetis. Skrew dihubungkan dengan rod dan diberikan gaya
untuk mereduksi tulang belakang. Sistem rod single atau double mungkin
digunakan, tergantung bermacam-macam faktor seperti kebiasaan tubuh pasien,
lokasi lengkungan dan kesediaan pasien untuk menggunakan orthosis posoperatif.
Pendekatan minimal invasive menggunakan instrumentasi dan fusi thoracoscopic
telah diteliti menurunkan morbiditas yang berhubungan dengan approach pada
beberapa kasus. 1,2
Prosedur kombinasi
anterior dan posterior diindikasikan pada:
o
Kelengkungan besar yang ekstrim (>100⁰
tergantung pada lokasi dan fleksibilitas kelengkungan)
o
Untuk deformitas bidang sagital yang rigid
(lordosis thoraks berlebih, hiperkyphosis)
o
Untuk mencegah fenomena crankshaft pada
pasien usia muda < 10 tahun yang masih terbuka kartilago triradiate,
khususnya jika operasi dilakukan sebelum mencapai kecepatan pertumbuhan puncak.
o
Prosedur revisi mengikuti operasi
skoliosis sebelumnya yang belum berhasil.
Thoracoplasty adalah
prosedur yang dilakukan ketika operasi instrumentasi dan fusi vertebra untuk
menurunkan ukuran penonjolan convex dari costa thorak skoliosis. Sisi medial
dari costa convex dieksisi untuk mengembalikan kesimetrisan dinding dada. 1,2
Osteotomi
dipilih untuk menoreksi deformitas bidang sagital, coronal dan multiplanar
dengan sebelumnya terfusi atau kelengkungan skoliosis yang berat. Osteotomi
terdiri dari Ponte osteotomy (atau Smith-Peterson osteotomy/ SPO), pedicle
subtraction osteotomy (PSO) dan vertebral column resection (VCR). SPO berupa
reseksi kolum posterior berbentuk wedge untuk mendapatkan koreksi melalui ruang
diskus atau melalui osteotomy anterior. PSO berupa reseksi 3 kolum wedge
menempel pada anterior longitudinal ligament.
VCR dapat mengoreksi coronal dan sagital deformity. 1,2
Komplikasi perioperatif
beresiko telah menurun dengan tehnik anestesi modern, monitor neurophysiology
intraoperatif, peningkatan sisitem instrumentasion vertebra dan penanganan
intensif posoperatif dan manajemen nyeri. Namun pasien tetap harus diedukasi
tentang komplikasi yang sering muncul berupa perdarahan, infeksi,
pseudoarthrosis, letak implant yang salah, ketidakseimbangan tubuh, kerusakan
saraf dan kemungkinan perlu dilakukan operasi selanjutnya untuk menangani
masalah ini.1,2