SELAMAT DATANG di Blog Orthopaedi, Kami akan menyediakan berbagai informasi tentang bedah tulang di indonesia dan dunia, serta Sarana Konsultasi Gratis

Rabu, 25 April 2012

PLATELET-KAYA PLASMA (PRP)


Selama beberapa tahun terakhir, banyak yang telah ditulis tentang persiapan yang disebut platelet-kaya plasma (PRP) dan efektivitas potensinya dalam pengobatan luka. Atlet terkenal - Tiger Woods, bintang tenis Rafael Nadal, dan beberapa orang lainnya - telah menerima PRP untuk berbagai masalah, seperti lutut terkilir dan cidera tendon kronis. Jenis kondisi biasanya telah diobati dengan obat, terapi fisik, atau bahkan operasi. Beberapa atlet telah mendapatkan PRP untuk dapat kembali lebih cepat untuk kompetisi.
                Meskipun PRP telah menerima publisitas yang luas, masih ada pertanyaan yang tersisa tentang hal itu, seperti:
1.       Apa sebenarnya kaya trombosit plasma?
2.       Bagaimana cara kerjanya?
3.       Apa kondisi sedang dirawat dengan PRP?
4.       Apakah perawatan PRP efektif?

1.    Apa kaya trombosit Plasma (PRP)?
Darah terutama berisi cairan (disebut plasma), akan tetapi darah juga mengandung komponen padat kecil (sel darah merah, sel darah putih, dan platelet). Platelet yang terbaik dikenal digunakan dalam pembekuan darah. Namun, trombosit juga mengandung ratusan protein yang disebut faktor  pertumbuhan yang sangat penting dalam penyembuhan luka. PRP adalah plasma dengan platelet yang lebih banyak dari yang biasa ditemukan dalam darah. Konsentrasi trombosit  dalam hal ini konsentrasi faktor pertumbuhan  dapat meningkat 5 hingga 10 kali lebih besar (atau lebih kaya) dari biasanya. Untuk mempersiapkan PRP, pertama darah diambil  dari pasien. Trombosit dipisahkan dari sel-sel darah lainnya dan konsentrasi mereka meningkat selama proses yang disebut sentrifugasi. Kemudian peningkatan konsentrasi trombosit dikombinasikan dengan darah yang tersisa.
2.       Bagaimana PRP Bekerja?
Meskipun tidak jelas bagaimana PRP bekerja, studi laboratorium telah menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi faktor pertumbuhan dalam PRP berpotensi dapat mempercepat proses penyembuhan. Untuk mempercepat penyembuhan, tempat cidera diperlakukan dengan persiapan PRP. Hal ini dapat dilakukan dalam satu dari dua cara:
      PRP dapat dengan hati-hati disuntikkan ke daerah cidera. Sebagai contoh, di Achilles tendonitis, kondisi sering terlihat pada pelari dan pemain tenis, tendon tumit bisa menjadi bengkak, meradang, dan nyeri. Campuran PRP dan anestesi lokal dapat disuntikkan langsung ke dalam jaringan yang meradang. Setelah itu, rasa sakit pada daerah injeksi sebenarnya dapat meningkatkan untuk minggu pertama atau kedua, dan mungkin beberapa minggu sebelum pasien merasa efek yang menguntungkan.
      PRP juga dapat digunakan untuk meningkatkan penyembuhan setelah operasi untuk beberapa cidera. Misalnya, seorang atlet dengan tendon tumit benar-benar sobek mungkin memerlukan pembedahan untuk memperbaiki tendon. Penyembuhan dari tendon yang robek mungkin dapat ditingkatkan dengan memperlakukan daerah luka dengan PRP selama operasi. Hal ini dilakukan dengan menyiapkan PRP dengan cara khusus yang memungkinkan untuk benar-benar dijahit ke dalam jaringan robek.
3.       Apa Kondisi yang sering dirawat dengan PRP? Apakah itu Efektif?
Studi penelitian saat ini sedang dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas pengobatan PRP. Pada saat ini, hasil studi ini tidak dapat disimpulkan karena efektivitas terapi PRP dapat bervariasi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas pengobatan PRP meliputi:
        Daerah tubuh yang sedang dirawat
        Kesehatan keseluruhan pasien
        Apakah cidera akut (seperti dari jatuh) atau kronis (cidera berkembang dari waktu ke waktu)


Cidera Tendon Kronis
Menurut studi penelitian saat ini dilaporkan, PRP adalah yang paling efektif dalam pengobatan cidera tendon kronis, terutama pada pasien dengan tennis elbow dimana cidera sangat umum pada tendon di bagian luar siku.
Suntikan PRP digunakan untuk mengobati tennis elbow

Penggunaan PRP pada cidera tendon kronis lainnya seperti tendonitis Achilles kronis atau peradangan pada tendon patela pada lutut (lutut jumper ini) cukup menjanjikan. Namun, sulit untuk mengatakan bahwa terapi PRP adalah lebih efektif daripada pengobatan tradisional.

Cidera Ligamen Dan Otot Akut
Sebagian besar terapi PRP telah dikenal pada pengobatan cidera olahraga akut, seperti ligamen dan cidera otot. PRP telah digunakan untuk mengobati atlet profesional dengan cidera olahraga umum seperti otot hamstring menarik di paha dan lutut terkilir. Walaupun belum ada bukti ilmiah yang pasti, akan tetapi terapi PRP benar-benar meningkatkan proses penyembuhan dalam berbagai jenis cidera.

Operasi
Baru-baru ini, PRP telah digunakan dalam beberapa jenis operasi untuk membantu menyembuhkan jaringan. Hal ini untuk pertama kalinya PRP dianggap bermanfaat dalam operasi bahu yang bertujuan untuk memperbaiki tendon yang robek manset rotator. Namun, hasil sejauh ini menunjukkan manfaat yang kecil atau bahkan tidak bermanfaat ketika PRP digunakan dalam jenis prosedur bedah. Operasi untuk memperbaiki ligamen lutut robek, terutama ligamen anterior (ACL) merupakan area dimana PRP telah diterapkan.


Arthritis Lutut
Beberapa penelitian awal yang dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas PRP dalam pengobatan lutut rematik. Hal ini masih terlalu dini untuk menentukan apakah ini bentuk pengobatan akan lebih efektif daripada metode pengobatan saat ini.

Fraktur/Patah Tulang
PRP telah digunakan dalam cara yang sangat terbatas untuk mempercepat penyembuhan patah tulang. Sejauh ini, tidak menunjukkan manfaat yang signifikan.

Kesimpulan
Pengobatan dengan platelet-kaya plasma mempunyai peluang besar. Hingga saat ini, studi penelitian untuk mendukung klaim di media masih kurang. Meskipun PRP tidak muncul untuk menjadi efektif dalam pengobatan cidera tendon kronis pada siku, komunitas medis perlu lebih banyak bukti ilmiah sebelum dapat menentukan apakah terapi PRP benar-benar efektif dalam kondisi lain.
Meskipun keberhasilan terapi PRP masih dipertanyakan, risiko yang terkait dengan itu adalah minimal: meningkatnya rasa sakit di tempat suntikan, adapun kejadian lainnya adalah infeksi, kerusakan jaringan, cidera saraf, tampaknya tidak ada perbedaan dengan
penggunaan suntikan kortison.
Jika Anda mempertimbangkan pengobatan dengan PRP, pastikan untuk memeriksa apakah Anda memenuhi persyaratan dengan operator asuransi kesehatan Anda.
Beberapa asuransi, termasuk asuransi kompensasi untuk pekerja, hanya memberikan penggantian parsial.

Jumat, 20 April 2012

Aplikasi terapi gen pada pengobatan osteoarthritis

Pada saat cidera terjadi pada tulang rawan artikular, kemampuan untuk memperbaikinya sangatlah terbatas. Prosedur terapi bedah untuk perbaikan tulang rawan ada dan secara klinis bermanfaat, tetapi, meskipun kemajuan yang telah dicapai, mereka tidak dapat mengembalikan permukaan artikular normal. Itulah sebabnya penelitian saat ini berfokus pada peningkatan jumlah reagen bioaktif yang dapat bertindak dan memodifikasi proses perbaikan. Sebagai agen ini terutama terdiri dari protein dan asam nukleat, sulit untuk mengelola secara efektif. Akibatnya, pendekatan pemindahan gen sedang dikembangkan, sehingga agen ini disintesis di lokasi yang sesuai.
Regenerasi tulang rawan artikular dapat diperoleh melalui pengiriman gen terapeutik ke sinovium, atau langsung ke lesi tulang rawan. Sel-sel dari lapisan sinovial umumnya lebih disukai sebagai sel target untuk pendekatan chondroprotective, berdasarkan ekspresi anti-inflamasi mediator. Dalam sisa kasus, di mana targetnya adalah cacat tulang rawan, transfer gen dapat dicapai dengan baik dengan meletakkan sumber langsung ke sel yang terletak pada atau di sekitar cacat, atau dengan transplantasi sel chondrogenic genetik dimodifikasi menjadi cacat. Telah ditunjukkan bahwa pengiriman lokal cDNA eksogen encoding faktor pertumbuhan ke tempat kerusakan tulang rawan adalah realistis. Selain itu, faktor pertumbuhan yang diekspresikan pada tingkat terapi di situs tersebut. Hal yang paling menarik adalah bahwa jaringan tulang rawan hialin yang mengalami perbaikan lebih mirip disintesis ketika tingkat ekspresi gen yang memadai tercapai. Ulasan ini menyajikan status terkini dari terapi gen untuk penyembuhan tulang rawan dan menunjukkan peran potensial dalam terapi osteoarthritis.


jurnal lengkapnya bisa di lihat dialamat ini : http://www.jortho.org/2012/9/1/e12/index%2012.html

Minggu, 15 April 2012

Minimally Invasive Surgery (MIS), Computer Assisted Surgery (CAS), & Robotics

Hip replacement (penggantian pinggul) dan knee replacement(penggantian lutut) menggunakan operasi minimal invasif (MIS) metode dengan bantuan komputer dan / atau robotika merupakan hal yang menarik bagi ahli bedah dan pasien. Perbaikan teknik dan instrumentasi bedah memungkinkan ahli bedah saat ini untuk memasukkan pinggul palsu dan sendi lutut menggunakan insisi kulit yang lebih kecil dan trauma bedah yang juga relatif kecil, serta singkatnya waktu yang dihabiskan di rumah sakit. Teknologi ini masih relatif baru dan penelitian sedang berlangsung, sehingga beberapa ahli bedah bertujuan untuk meredam harapan pasien, tetapi permintaan pasien dan harapan yang tinggi pada para ahli bedah menunjukkan bahwa teknik ini sedang semakin dimanfaatkan.



Bedah Invasif Minimal (MIS)

Penelitian dalam ilmu muskuloskeletal telah membawa perubahan revolusioner dalam kemampuan untuk memberikan hidup-mengubah kualitas tinggi prosedur penggantian sendi. Kemajuan terbaru telah diperkenalkan bahan bantalan yang lebih baik untuk mengurangi keausan serta meningkatkan kehidupan diservis. Trend terakhir telah berfokus pada rehabilitasi baik dan manajemen nyeri untuk mempercepat pemulihan pasca-operasi. Mempekerjakan teknik bedah baru untuk mengurangi ukuran sayatan dan kerusakan pada struktur di bawahnya telah menjadi muka utama menuju tujuan ini. Teknik-teknik baru yang dikenal sebagai MIS atau Bedah Invasif Minimal.
Sementara perbaikan ini memiliki keuntungan teoritis nyata, ada beberapa hal yang perlu diingat. Pertama, pada 3 bulan setelah operasi, tampaknya tidak ada perbedaan dalam kenyamanan dan fungsi pasien menjalani operasi konvensional dan mereka memiliki prosedur MIS. Dengan visibilitas yang terbatas yang diberikan kepada ahli bedah, bagaimanapun, teknik MIS memiliki risiko komplikasi meningkat termasuk sub-optimal penempatan perangkat. Hal ini dapat berdampak negatif terhadap keberhasilan jangka panjang dari penggantian serta jangka pendek fungsi itu.

Computer-Assisted Bedah & Robotika

Robotika: Melalui bantuan komputer operasi, dokter bedah mendapatkan visualisasi 3-D memungkinkan visibilitas yang lebih besar, keselarasan dan keseimbangan korektif dari sendi implan.
Operasi penggantian sendi dengan bantuan Sistem Navigasi membantu meningkatkan hasil prosedur Anda. Sistem memberdayakan ahli bedah untuk memasang komponen akurat implan baru yang khusus untuk anatomi tubuh, berpotensi memberikan Anda:
• Penempatan Lebih tepat implan
• Perluasan kehidupan implan
• posisi bersama Optimal yang mengembalikan mobilitas
• Penurunan kemungkinan operasi revisi
• Lebih cepat pemulihan
• Peningkatan kualitas hidup Anda
Navigasi: Advanced bantuan komputer solusi bedah yang sangat meningkatkan ketelitian dan ketepatan pinggul dan operasi penggantian lutut.
Pikirkan Sistem navigasi sebagai asisten operasi, dokter bedah Anda dengan menyediakan dukungan ekstra dan bimbingan. Sistem ini membantu dokter bedah Anda lebih tepat menyelaraskan implan lutut dengan pencitraan komputer. Yang paling penting, dengan Sistem Navigasi dokter bedah Anda dapat lebih mengoptimalkan keselarasan implan yang sesuai dengan struktur tubuh Anda.
Computer-Assisted Operasi juga memfasilitasi Bedah Invasif Minimal (SIM) karena bertindak sebagai perpanjangan mata dokter bedah dan tangan. Ini membantu ahli bedah beroperasi secara lebih efektif melalui sayatan kecil.

Minggu, 01 April 2012

KONSEP DASAR NUTRISI PARENTERAL


1.1  PENDAHULUAN
Nutrisi seperti halnya oksigen dan cairan senantiasa dibutuhkan oleh tubuh. Penderita yang tidak dapat makan atau tidak boleh makan harus tetap mendapat masukan nutrisi melalui cara enteral (pipa nasogastrik) atau cara parentral (intravena). Nutrisi parenteral tidak menggantikan fungsi alamiah usus, karena itu hanya merupakan jalan pintas sementara sampai usus berfungsi normal kembali.1
Tehnik nutrisi parenteral memang tidak mudah dan penuh liku-liku masalah biokimia dan fisiologi. Juga harga relatif mahal tetapi jika digunakan dengan benar pada penderita yang tepat, pada akhirnya akan dapat dihemat lebih banyak biaya yang semestinya keluar untuk antibiotik dan waktu tinggal dirumah sakit. Contoh kesalahan yang masih  banyak ditemukan di rumah sakit yaitu Pemberian protein tanpa kalori karbohidrat yang cukup dan Pemberian cairan melalui vena perifer dimana osmolaritas cairan tersebut lebih dari 900 m Osmol yang seharusnya melalui vena sentral.1,2
Jika krisis katabolisme kecil sedang tubuh mempunyai cukup cadangan tidak timbul masalah apapun. Penderita dewasa mudah sehat dengan status gisi yang baik, dapat menjalani pembedahan, puasa 5-7 hari setelah operasi sembuh dan pulang dengan selamat hanya dengan kerugian penurunan berat badan. Tetapi pada kenyataannya lebih banyak penderita yang kondisi awalnya sudah jelek ( berat bdan kurang, kadar albumin < 3,5 gr/dl), untuk penderita ini puasa puasa pasca bedah / pasca trauma 5-7 hari hanya mendapat infus elektrolit sudah cukup untuk mencetuskan  hipoalbuminemia, hambatan penyembuhan luka, penurunan daya tahan tubuh sehingga infeksi mudah menyebar. Sehingga banyak diantara penderita pasca bedah laparotomi karena perforasi ileum (typhus abdominalis), invaginasi, volvulus, atau hernia inkarserata kemudian mengalami kebocoran jahitan usus yang menyebabkan peritonitis atau enterofistula ke kulit . Dengan bantuan nutrisi yang baik penyulit-penyulit fatal ini dapat dihindari.1,3,3,4,5

1.2  KEBUTUHAN CAIRAN
Kebutuhan cairan penderita dewasa pada umumnya sekitar 30-50ml/KgBB/hari, apabila oligouria cairan yang diperlukan 500-600 ml ditambah produksi urine  perhari. untuk orang dewasa ( Berat badan 60 kg ). 5,6
1.3  KEBUTUHAN ENERGI
Energi expanditure harus dihitung agar keseimbangan nitrogen yang lebih baik dapat dicapai dan dipertahankan. Metode yang digunakan untuk menghitung kebutuhan energi ada dua cara yaitu dengan rumus Harris-Benedict dan indirect-calorimetry dengan expired gas analysis. 2,5,6,7
Harris-Benedict mengkalkulasikan kebutuhan energy seseorang dalam keadaan istirahat, nonstres, setelah puasa overnight. Pada keadaan metabolic-stress, maka harus dikalikan stress faktor.
Rumus Harris-Benedict.
Pr. BEE = 665 + 9,6 BB + 1,7 TB - 4,7 U
Lk BEE = 66 + 13,7 BB + 5 TB - 6,6 U
BEE
ร  K cal/ hari, BBร  kg, TBร  cm, U ร  Thn
Perhitungan diatas mungkin sulit diaplikasikan maka untuk penggunaan klinis sehari-hari nilai BEE = 25 - 30 k cal/Kg/hari tidak jauh berbeda dengan nilai yang didapat bila kita menggunakan rumus Harris Benedict. 1,5,6,7,8.
Indirect-calorimetry, metode ini memberi hasil yang lebih akurat tetapi oleh karena membutuhkan pemeriksaan laboratorium, teknologi dan mahal maka jarang digunakan untuk perhitungan sehari-hari.
{mospagebreak}

1.4  KARBOHIDRAT SEBAGAI SUMBER ENERGI
Beberapa jenis karbohidrat yang lazim menjadi sumber energi dengan perbedaan jalur metabolismenya adalah : glukosa, fruktosa, sorbitol, maltose, xylitol 3,4,7.
Keterangan :
 i  = Insulin
 1 = Proses Embden-Meyerhof (glikosis anaerorobik)
 2 = Proses Hexose-Monophosphate
 3 = Proses Touster
Tidak seperti glukosa maka, bahwa maltosa ,fruktosa ,sarbitol dan xylitol untuk menembus dinding sel tidak memerlukan insulin. Maltosa meskipun tidak memerlukan insulin untuk masuk sel , tetapi proses  intraselluler mutlak masih memerlukannya sehingga maltose masih memerlukan insulin untuk proses intrasel. Demikian pula pemberian fruktosa yang berlebihan akan berakibat kurang baik.
Oleh karena itu perlu diketahui dosis aman dari masing-masing karbohidrat :
- Glikosa ( Dektrose ) : 6 gram / KgBB /Hari.
- Fruktosa / Sarbitol    : 3 gram / Kg BB/hari.
- Xylitol / maltose       : 1,5 gram ?kgBB /hari.
Campuran GFX ( Glukosa ,Gfruktosa, Xylitol ) yang ideal secara metabolik adalah dengan perbandingan GEX = 4:2:1. 3,4,10,11,12
{mospagebreak}

1.5  EMULSI LEMAK INTRAVENA
Pemberian lemak intravena selain sebagai sumber asam lemak esensial (terutama asam linoleat) juga sebagai subtrat sumber energi pendamping karbohidrat terutama pada kasus stress yang meningkat. Bila lemak tidak diberikan dalam program nutrisi parenteral total bersama subtrat lainnya maka defisiensi asam lemak rantai panjang akan terjadi kira-kira pada hari ketujuh dengan gejala klinik bertahan sekitar empat minggu. Untuk mencegah keadaan ini diberikan 500 ml emulsi lemak 10 ml paling sedikit 2 kali seminggu. Asam lemak esensial berperan dalam fungsi platelet , penyembuhan luka, sintesa prostaglandin dan immunocompetence. Oleh karena ada keuntungan bila  diberikan bersama-sama dengan glukosa sebagai sumber energi dianjurkan 30-40 % dari total kalori diberikan dari lemak. Ada bukti infus lemak merata 24 jam lebih baik dan lebih dipilih dibanding pemberian intermitten. Direkomendasikan untuk tidak memberikan > 60% kalori total diambil dari subtrat lemak. Sebagai pegangan jangan berikan porsi lemak > 2 gr / kg BB /hari. Sebaiknya lakukan pemeriksaan kadar trigliserid plasma sebelum pemberian emulsi lemak intravena sebagai data dasar. 8,9,10,11,12
Preparat emulsi lemak yang beredar ada dua jenis, konsetrasi 10% (1 k cal /ml) dan 20% (2 k cal / ml) dengan osmolalityas 270-340 m Osmol /L sehingga dapat diberikan  melalui perifer.
Kontra indikasi  absolut infus emulsi lemak adalah trigliserid 500 mg/l , Kolesterol 400 mg/l. kontraindikasi relatif : Trigliserid 300-500 mg/l, Kolesterol 300-400 mg/l ganggguan berat faal ginjal dan hepar. 8,9,10,11,12
1.6  SUMBER  PROTEIN/ASAM AMINO
Selain kalori yang dipenuhi dengan karbohidrat dan lemak , tubuh masih memerlukan asam amino untuk regenerasi sel , enzym dan visceral protein. Pemberian protein / asam amino tidak untuk menjadi sumber energi Karena itu pemberian protein / asam amino harus dilindungi kalori yang cukup, agar asam amino yang diberikan ini tidak dibakar menjadi energi (glukoneogenesis). Jangan memberikan asam amino jika kebutuhan kalori belum dipenuhi.
Diperlukan perlindungan 150 kcal  ( karbohidrat ) untuk setiap gram nitrogen atau 25 kcal untuk tiap gram asam amino. Kalori dari asam amino itu sendiri tidak ikut dalam perhitungan kebutuhan kalori. Satu gram N ( nitrogen ) setara 6,25 gram asam amino atau protein  jika diberikan protein 1 gram/kg = 50 gram/hari maka diperlukan  karbohidrat (50:6,25 ) x 150 kcal = 1200 kcal atau 300 gram.1

1.7  MIKRONUTRIEN
Pemberian calsium, magnesium & fosfat didasarkan kebutuhan setiap hari, masing-masing : 1,3,6,7
* Calcium : 0,2-0,3 meq/ kg BB/ hari
* Magnesium : 0,35-0,45 meq/ kg BB/ hari
* Fosfat : 30-40 mmol/ hari
* Zink  : 3-10 mg/ hari

1.8  IMMUNONUTRIENT
Perkembangan terbaru dalam tunjangan nutrisi diperkenalkannya immunonutrient.
Tiga grup nutrient utama yang termasuk dalam  immunonutrient adalah : 24,12
- Amino acids (arginine, glutamin, glycin )
- Fatty acid.
- Nucleotide.
Nutrient-nutrient tersebut diatas adalah ingredients yang memegang peran penting dalam proses wound healing, peningkatan sistem immune dan mencegah proses inflamasi. kesemuanya essenstial untuk proses penyembuhan yang pada pasien-pasien critical ill sangat menurun.2,4,12
Kombinasi dari nutrient-nutrient tersebut diatas, saat ini ditambahkan dalam support nutrisi dengan nama Immune Monulating Nutrition (IMN ) atau immunonutrition.2

1.9  REGIMEN ,PENGATURAN DAN RUMATAN NUTRISI PARENTERAL
Pada hari-hari pertama pemberian nutrisi parental, volume, dan konsentrasi larutan nutrisi ditingkatkan secara bertahap (gradual), bergantung pada toleransi tubuh terhadap volume cairan dan konsentrasi glukose yang masuk. 1,2,3,4
A.   DENGAN LARUTAN DEXTROSE SAJA 1
NB: Osmolaritas ( 580 + 1100 ) = 840 mOSm ,masih dapat diberikan lewat vena perifer jika diteteskan bersama . Dextrose 20% dapat dicampur dengan Reguler insulin 20 unit/ 500 cc
{mospagebreak}
B DENGAN LARUTAN DEXTOSE DAN ASAM AMINO LEWAT PERIFER 1.
NB: semua sumber substrat menetes bersama 24 jam, melalui vena perifer
C.  DENGAN LARUTAN DEXTOSE , ASAM AMINO  MELALUI VENA SENTAL 1
2.0 PEMANTAUAN PENDERITA 1,3,4,8,9,10,11
 Kemajuan dan kemunduran keadaan umum penderita dipantau setiap harinya, termasuk keseimbangan cairan dan elektrolitnya (bila fasilitas ada). Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah :
1.Darah
a. Darah rutin ร  pemeriksaan hemaglobin, hemetokrik, leukosit, mula-mula dua kali seminggu selanjutnya sekali seminggu.
b. Gula darah ร  setiap hari selama seminggu, kemudian dua kali seminggu
c. Protein dan albumin ร mula-mula dua kali seminggu, kemudian sekali seminggu.
2.Urine.
            Volume urine diukur setiap jam.

2.1 KONSEP YANG PERLU DISAMAKAN  PADA PARENTERAL NUTRISI
1.Menggunakan vena perifer untuk cairan pekat.
Osmolritas plasma  300 mOsmol . Vena perifer dapat menerima sampai maksimal 900 mOsmol . Makin tinggi osmolaritas (makin hipertonis) maka makin mudah terjadi tromphlebitis, bahkan tromboembli. Untuk cairan > 900-1000 mOsm, seharusnya digunakan vena setrral (vena cava, subclavia, jugularis) dimana aliran darah besar dan cepat dapat mengencerkan tetesan cairan NPE yang pekat hingga tidak dapat sempat merusak dinding vena. Jika tidak tersedia kanula vena sentral maka sebaiknya dipilih dosis rendah (larutan encer) lewat vena perifer, dengan demikian sebaiknya sebelum memberikan cairan NPE harus memeriksa tekanan osmolaritas cairan tersebut ( tercatat disetiap botol cairan ) Vena kaki tidak boleh dipakai karena sangat mudah deep vein trombosis  dengan resiko teromboemboli yang tinggi.
2. Memberikan protein tanpa kalori karbohidrat yang cukup.
Sumber kalori yang utama dan harus selalu ada adalah dektrose. Otak dan eritrosit mutlak memerlukan glukosa setiap saat. Jika tidak tersedia terjadi gluneogenesis dari subtrat lain. Kalori mutlak dicukupi lebih dulu. Diperlukan deksrose 6 gram /kg.hari (300 gr) untuk kebutuhan energi basal 25 kcal/kg. Asam amino dibutuhkan untuk regenerasi sel, sintesis ensim dan viseral protein. Tetapi pemberian asam amino harus dilindungi kalori, agar  asam amino  tersebut tidak  dibakar  menjadi  energi (glukoneogenesis) Tiap gram Nitrogen harus dilindungi 150 kcal berupa karbohidrat. Satu gram Nitrogen setara 6,25 gram protetin. Protein 50 gr memerlukan ( 50 : 6,25 ) x 150 k cal = 1200 kcal atau 300 gram karbohidrat. Kalori dari asam amino itu sendiri tidak ikut dalam perhitungan kebutuhan kalori.1 Jangan memberikan asam amino jika kebutuhan kalori belum dipenuhi.4,5,6,7,8
3.Tidak melakukan perawatan aseptik.
Penyulit tromboplebitis karena iritasi vena sering diikuti radang/ infeksi. Prevalensi infeksi berkisar antara 2-30 % Kuman sering ditemukan adalah flora kulit yang terbawa masuk pada penyulit atau ganti penutup luka infus.1,6,7,8

2.2 PENGHENTIAN  NUTRISI PARENTERAL.
Penghentian nutrisi parentral harus dilakukan dengan cara bertahap untuk mencegah terjadinya rebound hipoglkemia. Cara yang kami anjurkan adalah melangkah mundur menuju regimen hari pertama. Sementrara nutrisi enteral dinaikkan kandungan subtratnya. Sesudah tercapai nutrisi enteral yang adekuat (2/3 dari jumlah kebutuhan energi total) nutrisi enteral baru dapat dihentikan.6,7,8,9,10

2.3 KESIMPULAN
Nutrisi parenteral tidak bertujuan menggantikan kedudukan nutrisi enteral lewat usus yang normal. Segera jika usus sudah berfungsi kembali, perlu segera dimulai nasogastric feeding, dengan sediaan nutrisi enteral yang mudah dicerna. Nutrisi parenteral dapat diberikan dengan aman jika megikuti pedoman diatas. Karena tubuh penderita perlu waktu adapatasi terhadap perubahan mekanisme baru maka selama penyesuaian tersebut jangan memberi beban yang berlebihan: “START SLOW GO SLOW- OBSERVE CAREFULLY, TREAT IMMEDIATELY”
Perbaikan dari komposisi subtrat nutrisi, perbaikan tehnik, pengetahuan, skala prioritas dalam support metabolik dan bedside monitor, dibutuhkan untuk mencapai recovery yang maksimal.
Saat ini ditemukan immunonutrition  yang bertujuan untuk meningkatkan immune respons pada pasien-pasien critical ill agar supaya outcome klinis dapat diperbaiki dan lama rawat rumah sakit dapat diturunkan  seperti arginine, glutamine, glycine, (golongan asam amino), fatty acids, nucleotide.

2.4 KEPUSTAKAAN
1.  Rahardjo. E : Dukungan Kombinasi Nutrisi Enteral-Parenteral, 2nd Symposium Life Support & Critical Care on Trauma & Emergency Patients. Surabaya. 2002.
2.  Arifin. H : Metabolisme dan nutrisi pada Critically Ill : Langkah untuk masa mendatang, Kumpulan makalah pertemuan ilmiah berkala. (PIB) XI IDSAI. Medan. 2002
3.  ACCP Consensus Statement. Applied Nutrition in ICU Patients. CHEST 1997; 111:769-78
4.  Mustafa I: Present and futute of Immunonutrition, Makalah lengkap KONAS IDSAI VII, Bagian Anestesiologi & Terapi Intensif  FKUH- RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Makssar 2004.
5.  Guideliness on Artifical Nutrition Support. British Society of Gastroenterology, september 1996.
6.  Olejnik, J; MrAz, PA. PerioperativeTotal Parental Nutrition All in One and Major Gastrointestinal Surgery. Rozhl Chir 1998; 77:555
7.  Poret, HA; Kuds, KA. Perioperative Total Parental Nutrition. Dalam buku : Rombeau, JL; Chadwell, MD; eds, Clinical Nutrition Parenterral Nutrition, 2nd ed. WB Saunders Co. 1993 ; 21 : 409 รข€“ 426.
8.  Rahardjo. E : Pola Umum Pelaksanaan Nutrisi Parenteral, Simposium Terapi Cairan III, Nutrisi Parenteral, Surabaya. 1992.
9.  Rifki, AZ : Bantuan Nutrisi Perioperatif. Simposium Kedokteran Perioperatif II KONAS VI IDSAI. 2001.
10.Rombeau J. Consensus Confrence Report Reviews Evidence on Perioperative Nutritional  Support. Scientific American Surgery, 1999; II; 10:20-21.
11.Arifin H : Rational use of Parenteral and Enteral Nutrition for postoperatve and Critically ill Patient,Makalah lengkap KONAS IDSAI VII, Bagian Anestesiologi & Terapi intensif FKUH-RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo ,Makassar 2004.
12.S.Sunatrio : Imunonutrisi pada Pasien Sakit Kritis ,The Indonesian Journal of Anaestesiology and Critical Care, Vol 22 No 2 Mei 2004.

Minggu, 04 Maret 2012

Kompartemen sindrom

PENDAHULUAN
Sindroma kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan intertisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofasial yang tertutup. Ruangan tersebut berisi otot, saraf dan pembuluh darah. Ketika tekanan intrakompartemen meningkat, perfusi darah ke jaringan akan berkurang dan otot di dalam kompartemen akan menjadi iskemik. Tanda klinis yang umum adalah nyeri, parestesia, paresis, disertai denyut nadi yang hilang. (1,2,3)
Sindroma kompartemen dapat diklasifikasikan menjadi akut dan kronik, tergantung dari penyebab peningkatan tekanan kompartemen dan lamanya gejala. Penyebab umum terjadinya sindroma kompartemen akut adalah fraktur, trauma jaringan lunak, kerusakan arteri, dan luka bakar. Sedangkan sindroma kompartemen kronik dapat disebabkan oleh aktivitas yang berulang misalnya lari. (1)

INSIDEN
Di Amerika, ekstremitas bawah distal anterior adalah yang paling banyak dipelajari untuk sindroma kompartemen. Dianggap sebagai yang kedua paling sering untuk trauma sekitar 2-12%. Dari penelitian McQueen (2000), sindroma kompartemen lebih sering didiagnosa pada pria daripada wanita, tapi hal ini memiliki bias, dimana pria lebih sering mengalami luka trauma. McQueen memeriksa 164 pasien yang didiagnosis sindroma kompartemen, 69% berhubungan dengan fraktur dan sebagian adalah fraktur tibia. Menurut Qvarfordt, sekelompok pasien dengan nyeri kaki, 14% pasien dengan sindroma kompartemen anterior. Sindroma kompartemen ditemukan 1-9% fraktur pada kaki. (4,5)

ANATOMI
Fascia memisahkan serabut otot dalam satu kelompok. Kompartemen adalah merupakan daerah tertutup yang dibatasi oleh tulang, interosseus membran dan fascia yang melibatkan jaringan otot, saraf dan pembuluh darah. (6)
Pada regio brachium, kompartemen dibagi menjadi 2 bagian yaitu : (9,10)
1. Kompartemen volar : otot flexor pergelangan tangan dan jari tangan, nervus ulnar dan nervus median.
2. Kompartemen dorsal : otot ekstensor pergelangan tangan dan jari tangan, nervus interosseous posterior.
Pada regio antebrachium, kompartemen dibagi menjadi 3 bagian yaitu : (9,10)
1. Kompartemen volar : otot flexor pergelangan tangan dan jari tangan, nervus ulnar dan nervus median.
2. Kompartemen dorsal : otot ekstensor pergelangan tangan dan jari tangan, nervus interosseous posterior.
3. Mobile wad : otot ekstensor carpi radialis longus, otot ekstensor carpi radialis brevis, otot brachioradialis.
Pada regio wrist joint, kompartemen dibagi menjadi 6 bagian yaitu : (9,10)
1. Kompartemen I : otot abduktor pollicis longus dan otot ekstensor pollicis brevis.
2. Kompartemen II : otot ekstensor carpi radialis brevis, otot ekstensor carpi radialis longus.
3. Kompartemen III : otot ekstensor pollicis longus.
4. Kompartemen IV : otot ekstensor digitorum communis, otot ekstensor indicis.
5. Kompartemen V : otot ekstensor digiti minimi.
6. Kompartemen VI : otot ekstensor carpi ulnaris.
Pada regio cruris, kompartemen dibagi menjadi 4 bagian yaitu : (9,10)
1. Kompartemen anterior : otot tibialis anterior dan ekstensor ibu jari kaki, nervus peroneal profunda.
2. Kompartemen lateral : otot peroneus longus dan brevis, nervus peroneal superfisial.
3. Kompartemen posterior superfisial : otot gastrocnemius dan soleus, nervus sural.
4. Kompartemen posterior profunda : otot tibialis posterior dan flexor ibu jari kaki, nervus tibia.

ETIOLOGI
Penyebab terjadinya sindroma kompartemen adalah tekanan di dalam kompartemen yang terlalu tinggi, lebih dari 30 mmHg. Adapun penyebab terjadinya peningkatan tekanan intrakompartemen adalah peningkatan volume cairan dalam kompartemen atau penurunan volume kompartemen. (9)
Peningkatan volume cairan dalam kompartemen dapat disebabkan oleh : (9)
 Peningkatan permeabilitas kapiler, akibat syok, luka bakar, trauma langsung.
 Peningkatan tekanan kapiler, akibat latihan atau adanya obstruksi vena.
 Hipertrofi otot.
 Pendarahan.
 Infus yang infiltrasi.
Penurunan volume kompartemen dapat disebabkan oleh : (9)
 Balutan yang terlalu ketat.

PATOGENESIS
Perkembangan sindroma kompartemen tergantung tidak hanya pada tekanan intrakompartemen tapi juga tekanan sistemik darah. Patofisiologi sindroma kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah kapiler dan nekrosis jaringan lokal akibat hipoksia. (1)
Ketika tekanan dalam kompartemen melebihi tekanan darah dalam kapiler dan menyebabkan kapiler kolaps, nutrisi tidak dapat mengalir keluar ke sel-sel dan hasil metabolisme tidak dapat dikeluarkan. Hanya dalam beberapa jam, sel-sel yang tidak memperoleh makanan akan mengalami kerusakan. Pertama-tama sel akan mengalami pembengkakan, kemudian sel akan berhenti melepaskan zat-zat kimia sehingga menyebabkan terjadi pembengkakan lebih lanjut. Pembengkakan yang terus bertambah menyebabkan tekanan meningkat. (12,13)
Aliran darah yang melewati kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran oksigen juga akan terhenti. Terjadinya hipoksia menyebabkan sel-sel akan melepaskan substansi vasoaktif (misal : histamin, serotonin) yang meningkatkan permeabilitas endotel. Dalam kapiler-kapiler terjadi kehilangan cairan sehingga terjadi peningkatan tekanan jaringan dan memperberat kerusakan disekitar jaringan dan jaringan otot mengalami nekrosis. (5)

DIAGNOSIS
Sindroma kompartemen dapat didiagnosis berdasarkan pengetahuan tentang faktor resiko, keluhan subjektif dan adanya suatu tanda-tanda fisik dan gejala klinis. Adapun faktor resiko pada sindroma kompartemen meliputi fraktur yang berat dan trauma pada jaringan lunak, penggunaan bebat. (15,16)
Gejala klinis yang umum ditemukan pada sindroma kompartemen meliputi 5 P, yaitu : (17)
1. Pain (nyeri) : nyeri pada jari tangan atau jari kaki pada saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika ada trauma langsung.
2. Pallor (pucat) : kulit terasa dingin jika di palpasi, warna kulit biasanya pucat, abu-abu atau keputihan.
3. Parestesia : biasanya memberikan gejala rasa panas dan gatal pada daerah lesi.
4. Paralisis : biasanya diawali dengan ketidakmampuan untuk menggerakkan sendi, merupakan tanda yang lambat diketahui.
5. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi) : akibat adanya gangguan perfusi arterial.
Pengukuran tekanan kompartemen adalah salah satu tambahan dalam membantu menegakkan diagnosis. Biasanya pengukuran tekanan kompartemen dilakukan pada pasien dengan penurunan kesadaran yang dari pemeriksaan fisik tidak memberi hasil yang memuaskan. Pengukuran tekanan kompartemen dapat dilakukan dengan menggunakan teknik injeksi atau wick kateter. (15,16)

Prosedur pengukuran tekanan kompartemen, antara lain : (19)
a. Teknik injeksi.
Jarum ukuran 18 dihubungkan dengan spoit 20 cc melalui saluran salin dan udara. Saluran ini kemudian dihubungkan dengan manometer air raksa standar. Setelah jarum disuntikkan ke dalam kompartemen, tekanan udara dalam spoit akan meningkat sehingga meniskus salin-udara tampak bergerak. Kemudian tekanan dalam kompartemen dapat dibaca pada manometer air raksa.
b. Teknik Wick kateter.
Wick kateter dan sarung plastiknya dihubungkan ke transducer dan recorder. Kateter dan tabungnya diisi oleh three-way yang dihubungkan dengan transducer. Sangat perlu untuk memastikan bahwa tidak ada gelembung udara dalam sistem tersebut karena memberi hasil yang rendah atau mengaburkan pengukuran. Ujung kateter harus dapat menghentikan suatu meniskus air sehingga dapat dipastikan dan diketahui bahwa dalam jaringan tersebut dilewati suatu trocar besar, kemudian jarumnya ditarik dan kateter dibalut ke kulit.

TERAPI
Penanganan sindroma kompartemen meliputi :
1. Terapi medikal / non bedah. (11)
• Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan aliran darah dan akan lebih memperberat iskemia.
• Pada kasus penurunan volume kompartemen, gips harus dibuka dan pembalut kontriksi dilepas.
• Mengoreksi hipoperfusi dengan cara kristaloid dan produk darah.
• Pemberian mannitol, vasodilator atau obat golongan penghambat simpatetik.
2. Terapi pembedahan / operatif.
Fasciotomi adalah pengobatan operatif pada sindroma kompartemen dengan stabilisasi fraktur dan perbaikan pembuluh darah. Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam. (11)
Terapi untuk sindroma kompartemen akut maupun kronik biasanya adalah operasi. Insisi panjang dibuat pada fascia untuk menghilangkan tekanan yang meningkat di dalamnya. Luka tersebut dibiarkan terbuka (ditutup dengan pembalut steril) dan ditutup pada operasi kedua, biasanya 5 hari kemudian. kalau terdapat nekrosis otot, dapat dilakukan debridemen, kalau jaringan sehat, luka dapat di jahit (tanpa regangan ), atau skin graft mungkin diperlukan untuk menutup luka ini.(8,20)
Adapun indikasi untuk melakukan fasciotomi adalah : (21)
1. Ada tanda-tanda klinis dari sindroma kompartemen.
2. Tekanan intrakompartemen melebihi 30 mmHg.

FASCIOTOMI PADA REGIO CRURIS
Ada 3 pendekatan fasciotomi untuk kompartemen regio cruris : fibulektomy, fasciotomi insisi tunggal perifibular, dan fasciotomi insisi ganda. Fibulektomi adalah prosedur radikan dan jarang dilakukan, dan jika ada, termasuk indikasi pada sindrom kompartemen akut. Insisi tunggal dapat digunakan untuk jaringan lunak pada ektremitas. Teknik insisi ganda lebih aman dan efektif. (1,19)
Fasciotomi insisi tunggal (davey, Rorabeck, dan Fowler) :
Dibuat insisi lateral, longitudinal pada garis fibula, sepanjang mulai dari distal caput fibula sampai 3-4 cm proksimal malleolus lateralis. Kulit dibuka pada bagian anterior dan jangan sampai melukai nervus peroneal superficial. Dibuat fasciotomy longitudinal pada kompartemen anterior dan lateral. Berikutnya kulit dibuka ke bagian posterior dan dilakukan fasciotomi kompartemen posterior superficial. Batas antara kompartemen superficial dan lateral dan interval ini diperluas ke atas dengan memotong soleus dari fibula. Otot dan pembuluh darah peroneal ditarik ke belakang. Kemudian diidentifikasi fascia otot tibialis posterior ke fibula dan dilakukan inisisi secara longitudinal. (1,19)

Fasciotomi insisi ganda (Mubarak dan Hargens) :
Insisi sepanjang 20-25 cm dibuat pada kompartemen anterior, setengah antara fibula dan caput tibia. Diseksi subkutaneus digunakan untuk mengekspos fascia kompartemen. Insisi tranversal dibuat pada septum intermuskular lateral dan identifikasi nervus peroneal superficial pada bagian posterior septum. Buka kompartemen anterior kearah proksimal dan distal pada garis tibialis anterior. Kemudian dilakukan fasciotomi pada kompartemen lateral ke arah proksimal dan distal pada garis tubulus fibula.
Insisi kedua dibuat secara longiotudinal 1 cm dibelakang garis posterior tibia. Digunakan diseksi subkutaneus yang luas untuk mengidentifikasi fascia. Vena dan nervus saphenus ditarik ke anterior. Dibuat insisi tranversal untuk mengidentifikasi septum antara kompartemen posterior profunda dan superficial. Kemudian dibuka fascia gastrocsoleus sepanjang kompartemen. Dibuat insisi lain pada otot fleksor digitorum longus dan dibebaskan seluruh kompartemen posterior profunda. Setelah kompartemen posterior dibuka, identifikasi kompartemen otot tibialis posterior. Jika terjadi peningkatan tekanan pada kompartemen ini, segera dibuka.(1,19)

FASCIOTOMI PADA REGIO ANTEBRACHIUM
Pendekatan volar (Henry)
Dekompresi kompartemen fleksor volar profunda dan superficial dapat dilakukan dengan insisi tunggal. Insisi kulit dimulai dari proksimal ke fossa antecubiti sampai ke palmar pada daerah tunnel carpal. Tekanan kompartemen dapat diukur selama operasi untuk mengkonfirmasi dekompresi. Tidak ada penggunaan torniket. Insisi kulit mulai dari medial ke tendon bicep, bersebelahan dengan siku kemudian ke sisi radial tangan dan diperpanjang kea rah distal sepenjang brachioradialis, dilanjutkan ke palmar. Kemudian kompartemen fleksor superficial diinsisi, mulai pada titik 1 atau 2 cm di atas siku kearah bawah sampai di pergelangan.(1,19)
Kemudian nervus radialis diidentifikasi dibawah brachioradialis, keduanya kemudian ditarik ke arah radial, kemudian fleksor carpi radialis dan arteri radialis ditarik ke sisi ulnar yang akan mengekspos fleksor digitorum profundus fleksor pollicis longus, pronatus quadratus, dan pronatus teres. Karena sindrom kompartemen biasanya melibatkan kompartemen fleksor profunda, harus dilakukan dekompresi fascia disekitar otot tersebut untuk memastikan bahwa dekompresi yang adekuat telah dilakukan.(1,19)

Pendekatan Volar Ulnar
Pendekatan volar ulnar dilakukan dengan cara yang sama dengan pendekatan Henry. Lengan disupinasikan dan insisi mulai dari medial bagian atas tendon bisep, melewati lipat siku, terus ke bawah melewati garis ulnar lengan bawah, dan sampai ke carpal tunnel sepanjang lipat thenar. Fascia superficial pada fleksor carpi ulnaris diinsisi ke atas sampai ke aponeurosis siku dan ke carpal tunnel ke arah distal. Kemudian dicari batas antara fleksor carpi ulnaris dan fleksor digitorum sublimis. Pada dasar fleksor digitorum sublimis terdapat arteri dan nervus ulnaris, yang harus dicari dan dilindungi. Fascia pada kompartemen fleksor profunda kemudian diinsisi.(1,19)

Pendekatan Dorsal
Setelah kompartemen superficial dan fleksor profunda lengan bawah didekompresi, harus diputuskan apakah perlu dilakukan fasciotomi dorsal (ekstensor). Hal ini lebih baik ditentukan dengan pengukuran tekanan kompartemen intraoperatif setelah dilakukan fasciotomi kompartemen fleksor. Jika terjadi peningktan tekanan pada kompartemen dorsal yang terus meningkat, fasciotomi harus dilakukan dengan posisi lengan bawah pronasi. Insisi lurus dari epikondilus lateral sampai garis tengah pergelangan. Batas antara ekstensor carpi radialis brevis dan ekstensor digitorum komunis diidentifikasi kemudian dilakukan fasciotomi.(1,19)

DIAGNOSIS BANDING
Diferensial diagnosis dari sindroma kompartemen meliputi tendinitis, fatigue fraktur dan shin splints. Keadaan ini dihubungkan berdasarkan nyeri pada tungkai bawah akibat latihan. Namun memberikan gejala yang sama dengan sindroma kompartemen. (22,23)
Gejala pada tendinitis biasanya muncul setelah latihan, nyeri sering diakibatkan oleh regangan pada tendo. Pada fatigue fraktur, daerah tulang yang diserang meluas dari satu sisi tulang ke tulang yang lain. Pada shin splints, nyeri biasanya hanya pada puncak belakang tibia medial, sering pada pertemuan setengah dan sepertiga distal tibia. (22,23)

KOMPLIKASI (21,24)
• Kegagalan dalam mengurangi tekanan intrakompartemen dapat menyebabkan nekrosis jaringan, selama perfusi kapiler masih kurang dan menyebabkan hipoksia pada jaringan tersebut.
• Kontraktur volkmann adalah deformitas pada tungkai dan lengan yang merupakan kelanjutan dari sindroma kompartemen akut yang tidak mendapat terapi selama lebih dari beberapa minggu atau bulan.
• Infeksi.
• Hipestesia dan nyeri.
• Komplikasi sistemik yang dapat timbul dari sindroma kompartemen meliputi gagal ginjal akut, sepsis, dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) yang fatal jika terjadi sepsis kegagalan organ secara multisistem.

PROGNOSIS
Sindroma kompartemen akut cenderung memiliki hasil akhir yang jelek. Toleransi otot untuk terjadinya iskemia adalah 4 jam. Kerusakan irreversibel terjadi bila lebih dari 8 jam. Jika diagnosa terlambat, dapat menyebabkan trauma saraf dan hilangnya fungsi otot. Walaupun fasciotomi dilakukan dengan cepat dan awal, hampir 20% pasien mengalami defisit motorik dan sensorik yang persisten. (11)

DAFTAR PUSTAKA

1. Azar Frederick. Compartment syndrome in Campbell`s operative orthopaedics. Ed 10th. Vol 3. Mosby. USA. 2003. p : 2449-57

2. DeLee C Jesse, Drez David. Compartment syndrome in DeLee & Drez`s orthopaedic sports medicine. Ed 2nd. Vol 1. Saunders. USA. 2003. p : 13-4

3. Argenta C Louis. Compartment syndromes in Basic sciense for surgeons. Saunders. Philadelphia. 2004. p : 143-4

4. Paula Richard. Compartment syndrome, extremity. Available at http://www.emedicine.com. Accessed on May 28th 2007.

5. Rasul Abraham. Compartment syndrome. Available at http://www.emedicine.com. Accessed on May 29th 2007.

6. Cameron Peter, Jelinek George. Compartment syndrome in Textbook of adult emergency medicine. Ed 2nd. Churchill Livingstone. New York. 2004. p : 84-5

7. Anonym. Compartment syndrome. Available at http://www.AAOS.com. Accessed on May 28th 2007.

8. Andrew L, Chen. Compartment syndrome. Available at http://www.medlineplus.com. Accessed on May 28th 2007.

9. Marc F Swiontkowski. Compartmental syndromes in Manual of orthopaedics. Ed 5th. Lippincott Williams & Wilkins. USA. 2001. p : 20-8

10. Preston R Miller, John M Kane. Compartment syndrome and rhabdomyolysis in The trauma manual. Ed 2nd. Lippincott Williams & Wilkins. USA. 2002. p : 335-7

11. Wallace Stephen. Compartment syndrome, lower extremity. Available at http://www.emedicine.com. Accessed on June 4th 2007.

12. Anglen J, Banovetz. Pathophysiology of compartment syndrome in The well leg resulting from fracture table positioning. Clinical Orthopaedics & Related Research. 1994. p : 239-42

13. Kearns, Daly, Sheehan, Murray. Oral vitamin C reduces the injury to skeletal muscle caused by compartment syndrome. Journal of Bone and Joint Surgery. Aug 2004.

14. Solomon Louis, Warwick David. Compartment syndrome in Appley`s system of orthopaedics and fractures. Ed 8th. Oxford University Press. New York. 2001. p : 563-4

15. Townsend M Courtney, Beau Champ. Acute compartment syndrome in Textbook of surgery. Ed 17th. Elsevier Saunders. USA. 2004. p : 554-7

16. Pink P Mitchell, Abraham Edward. Compartment syndrome in Textbook of critical care. Ed 5th. Elsevier Saunders. USA. 2005. p : 2099

17. McRae Ronald, Esser Max. Compartment syndromes in Practical fracture treatment. Churchill Livingstone. New York. 2002. p : 99

18. Flandry Fred. Compartment syndrome : swelling out of control. Available at http://www.hughston.com. Accessed on May 28th 2007.

19. Amendola, Bruce Twaddle. Compartment syndromes in Skeletal trauma basic science, management, and reconstruction. Vol 1. Ed 3rd. Saunders. 2003. p : 268-92

20. Brian J Awbrey, Shingo Tanabe. Chronic exercise-induced compartment syndrome of the leg. Harvard Orthopaedic Journal.

21. Kalb L Robert. Compartment syndrome evaluation in Procedures for primary care. Mosby. USA. 2003. p : 1419-29

22. Frederick A. Compartmental syndromes. Available at http://www.wikipedia.org. Accessed on June 4th 2007.

23. Braver Richard. Surgical pearls : How to test and treat exertional compartment syndrome. American College of Foot and Ankle Surgeons. May 2002. p : 22-4

24. Anonym. Compartment syndrome. Available at http://www.wikipedia.org. Accessed on May 29th 2007.

Selasa, 21 Februari 2012

Sejarah orthopaedi di Indonesia

 

SMF Bedah Orthopaedi
 


Mayjen Dr. Suyoto, Direktur RS Fatmawati I (kedua dari kanan) sedang menyimak penjelasan pimpinan Kapal Hope saat menerima peralatan bedah orthopaedi
Pada tahun 1960, Kapal HOPE (Hospital Ship) datang ke Indonesia dan karena Dr. Soejoto dam Dr. Soebijakto adalah dokter ahli orthopaedi, maka barang-barang orthopaedi di kapal HOPE diserahkan ke Indonesia di RS Fatmawati. Sejak saat itulah RS Fatmawati mempunyai sarana bedah orthopaedi yang lebih baik/lengkap dari pada rumah sakit lain. Sebagai contoh sabun cuci tangan rumah sakit lain menggunakan B29, di RS Fatmawati menggunakan “Physohex”, selain baju, selimut, jas yang baik. Pada saat itu RS Fatmawati disebut sebagai Rumah Sakit Umum Pusat Orthopaedi.

Kemudian Dr. Soejoto diganti oleh Dr. Soehasim.  Karena Dr. Soehasim pendidikan asal Jepang, beliau menampung dokter lulusan Jepang seperti Dr. Aris Santoso Simanjuntak Nasution juga dr. Sunarno (lulusan dari Jerman). Mereka ditempatkan sebagai dokter umum di bagian bedah.

 

Perkembangan Pelayanan Bedah Orthopaedi

Semua tindakan pembedahan harus diketahui oleh Dr. Soebijakto terlebih dahulu dan setiap hari Selasa dan Kamis membawa kasus yang akan dioperasi ke RSCM. Dr. Soebijakto setiap akan mengasuh di RSF selalu membawa asisten bedah dari FKUI dan yang selalu diajak adalah Dr. Soelarto karena rumahnya kebetulan berlokasi di Kebayoran dengan menggunakan mobil VW sekaligus mengambil jatah bensin dan pembagian dari Depkes. Setiap hari Rabu dan Jum’at, Dr. Soelarto dan Dr. Soebijakto selalu datang ke RS Fatmawati.


Dr. Aris Simanjuntak, salah satu pembantu residen orthopaedi saat-saat awal
RS Fatmawati sebenarnya didirikan untuk merawat penderita TBC anak, terletak di luar kota dan terisolasi. Kasus spondilitis/TBC tulang belakang banyak ditangani, sebelum ada pendidikan Care Medico operasinya hanya kasus tertentu seperti incisi abses. Dengan adanya care medico, Dr. Soelarto mulai melakukan operasi spondilitis. Kemudian operasi-operasi tulang belakang mulai berkembang dan Rehabilitasi Medis dibentuk sebagai extention dari tindakan-tindakan orthopaedi, seperti Pott’s paraplegi, trauma, scoliosis, arthroscopy dll. Dalam 1 hari dikatakan ada 2-3 kasus spondilitis dan tindakan anestesinya dilakukan sendiri oleh Dr. Soelarto karena belum ada perawat anestesi. Dan karena ibu Soejoto aktif di YPAC, banyak kasus di YPAC yang ditangani di RS Fatmawati seperti polio.

Perawat anestesi pertama yang disekolahkan adalah Bp. H. Mansyur dan penata anestesi. Karena tindakan operasi di RS Fatmawati semakin meningkat, maka oleh RSCM dikirim dr. Noto (part timer) sebagai dokter ahli anestesi (itupun hanya kalau ada operasi-operasi besar saja).

Klinik orthopaedi saat itu tidak ada, bagian orthopaedi hanya menggunakan kamar rontgen yang dulu setelah di gedung indah sayap barat dengan tiga kamar operasi (sekarang instalasi SIRS). Dari 3 kamar operasi tersebut 1 kamar digunakan untuk istirahat karena dokter ahli bedah terbatas.

Tahun 1968 selain RSCM dan YPAC, RS Fatmawati mulai digunakan sebagai lahan pendidikan orthopaedi dan Care Medico (Amerika, Canada, Australia dan Singapura).

Pada tahun 1970 bagian bedah dan bagian orthopaedi mulai dipecah, karena digunakan sebagai pendidikan dan semakin meningkatnya baik pasien bedah umum maupun bedah orthopaedi. Kamar operasi digunakan secara bergiliran dan orthopaedi tetap menggunakan hari khusus yaitu Rabu dan Jum’at. Namun tidak menutup kemungkinan tindakan bedah orthopaedi dilakukan di hari lain kalau memang ada hari kosong, tetapi untuk operasi besar tetap dilakukan pada hari Rabu dan Jum’at.

Sebagai ketua SMF Bedah Orthopaedi yang pertama adalah Prof. Dr. Soelarto Reksoprodjo, SP.B. Kedua Dr. Indradi Roosheroe, SP.BO dan yang ketiga sampai sekarang adalah Dr. Sofyanuddin, Sp.BO.

 

Perlunya dikembangkan pelayanan Rehabilitasi Medis sebagai pelayanan bedah lanjutan Bedah Orthopaedi

Dengan adanya konsep unggulan RS Fatmawati sebagai pusat Bedah Orthopaedi, maka perlu dikembangkan pelayanan lanjutan bagi pasien Bedah Orthopaedi yaitu dengan mengembangkan rehabilitasi medis.

Dalam pengembangan pelayanan Orthopaedi, RS Fatmawati bekerjasama dengan konsultan luar negeri yaitu Care Medico dari Perth, Australia (George B). Perth adalah salah satu pusat rehabilitasi medis yang terkenal di dunia. Care Medico datang ke RS Fatmawati untuk membuat “Spine Unit“.

Karena banyak kasus orthopaedi yang memerlukan tindakan rehabilitasi medis, maka oleh Dr. Soelarto, dikembangkan fisioterapi termasuk kebutuhan format formulirnya (sampai saat ini formulir tersebut masih dimanfaatkan).

Kemudian datang rombongan dari Akademi Fisioterapi yaitu Hardjono, Naryo yang menemani Ibu Sama dan Ibu Maryani untuk mendukung didirikannya “Spinal Unit” yang kemudianberkembang menjadi rehabilitasi Jakarta. Pusat Rehabilitasi Militer terletak di RS Veteran Bintaro dan Pusat Rehabilitasi Sipil adalah RS Fatmawati.

Perkembangan Lokasi Ruang Perawatan Bedah Orthopaedi

Pada awalnya bergabung dengan ruang perawatan Bagian Bedah, kemudian setelah dipisah dengan Bagian Bedah pada tahun 1970, ruang perawatan Bagian Bedah Orthopaedi sempat bergabung bersama ruang perawatan Instalasi Rehabilitasi Medis. Dan setelah dibangun ruang I atas bantuan Gubernur DKI Bapak Ali Sadikin, maka ruang perawatan Bedah Orthopaedi menempati Ruang I tersebut. Bantuan Gedung tersebut diresmikan oleh Ibu Tien Soeharto bersama Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada tahun 1973. Dikutip dari buku 40 tahun RS Fatmawati